Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
Papua
Papua, Sejahtera atau Merdeka
Wednesday 17 Aug 2011 01:36:36
 

Personel Brimob menembaki gerombolan separatis (Foto: Istimewa)
 
*Ada campur tangan asing yang ingin kuasai sumber daya alam

JAKARTA-Sedikitnya ada tiga akar persoalan yang menyebabkan Papua terus bergolak. Ketiganya adalah keinginan merdeka secara politik, keinginan untuk hidup sejahtera, dan adanya campur tangan asing yang menginginkan penguasaan atas sumber daya alam (SDA) Papua yang melimpah- ruah. Masalah semakin menjadi rumit, karena pemerintah sejak Orba hingga kini menempuh pendekatan militer dalam menyelesaikan masalah Papua.

Demikian yang terungkap dalam acara diskusi bertema “Papua Dianaktirikan, Kini Terancam Lepas”, yang diselenggarakan di Jkaarta, Selasa (16/8). Hadir sebagai pembicara pengamat militer dan intelejen dari UI Mardigu Wawiek Prabowo, peneliti Pusat Studi Papua UKI Antie Solaiman, aktivis Imparsial Al Araf, dan tokoh aktivis dari Papua Natalis Pigay, seperti rilis yang diterima redaksi beritahukum.com.

Menurut Natalis, ada beda pandangan antara Jakarta dan tokoh-tokoh Papua soal integrasi Papua ke NKRI. Bagi nasionalis Jakarta, masalah intergasi Papua sudah selesai. Sebaliknya, bagi tokoh-tokoh Papua, ada masalah dalam proses integrasi tersebut. Hal itu diperparah lagi dengan pembangunan ekonomi pasca integrasi yang gagal yang ditandai dengan timpangnya kesejahteraan rakyat Papua dan Jawa serta pulau-pulau lainnya.

“Tapi baiklah, kita tidak ingin berkutat pada masalah proses integrasi Papua ke NKRI. Yang penting saat ini adalah, bagaimana pembangunan ekonomi di Papua bisa mensejahterakan rakyat di sana. Apalagi hasil sumber daya alam Papua sangat melimpah. Selama ini kekayaan alam itu justru banyak diangkut ke luar Papua. Mereka ingin sejahtera juga seperti rakyat Indonesia di pulau-pulau lain,” papar Natalis.

Sementara mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli menyatakan, ketidakadilan ekonomi dan sosial di Papua memang luar biasa. Kekayaan alam Papua yang berlimpah, tidak dinikmati oleh sebagian besar rakyat Papua. Sumber daya alam itu justru dibawa keluar Papua oleh perusahaan multi nasional seperti Freeport. Padahal, dengan penduduk yang kurang dari 3 juta jiwa, bila kekayaan alamnya dikelola secara lebih adil, kesejahteraan rakyat Papua pasti bisa dengan cepat ditingkatkan.

“Kondisi itu diperparah dengan perilaku elit dan kebijakan anggaran Papua yang ugal-ugalan. Dana-dana dari pusat, di luar anggaran rutin, hanya 30% yang sampai ke rakyat. Sedangkan 70% nya habis oleh birokrat dan politisi lokal. Saya meminta agar anggaran Pemda diawasi sehingga persentasenya bisa dibalik, 70% untuk rakyat. Jika ini terjadi, barulah manfaat NKRI dapat dirasakan rakyat Papua,” ujar Rizal Ramli.

Soal kesejahteraan ini menjadi salah satu masalah paling krusial di Papua. Rizal Ramli menambahkan, banyak dari aktivitis Papua yang antiotonomi daerah, bahkan yang mulai berfikir tentang negara Papua, adalah mantan-mantan aktifis dan mahasiswa di sekitar Jogya, Malang dan Bali.

“Waktu saya datang ke sana, sebagai sesama aktifis hubungan kami langsung cair dan akrab. Mereka mengatakan jika negara dipimpin tokoh-tokoh pergerakan yang menghayati demokrasi, HAM, dan memiliki empati terhadap rakyat Papua, mereka tidak perlu berjuang untuk Papua merdeka,” ujarnya.

Penjelasan senada disampaikan Natalis. Dari berbagai aspek kesejahteraan rakyat Papua memang sangat tertinggal dibandingkan dengan rakyat Indonesia di kawasan lain. Data ada yang menyebutkan, misalnya, Papua adalah provinsi termiskin di Indonesia. Di sisi lain, tingkat inflasi dan biaya hidup di sana sangat tinggi. Harga semen di Kabupaten Puncak Jaya mencapai Rp 1,2 juta/sak. Harga sekarung beras terbaik 25 kg di Jawa yang kurang dari Rp200.000, di Puncak Jaya mencapai Rp 800.000. Bahkan di Pegunungan Bintang harga premium Rp 40.000/liter.

Pihak Asing
Sedangkan pengamat militer dan intelejen Mardigu mengatakan, berdasarkan data-data intelejen yang berhasil dikumpulkan, diduga kuat ada tangan-tangan asing yang bermain di Papua. Beberapa indikasinya tampak dari jenis senjata yang digunakan adalah senjata-senjata baru dan bukan senjata standar Indonesia. Selain itu, taktik dan strategi yang para perusuh waktu menyerang, jelas metoda baru yang terlatih.

“Kami menduga kuat ada tangan-tangan asing yang bermain di sana. Mereka melihat kekayaan alam Papua yang sangat melimpah sebagai suatu hal yang ‘seksi’. Jika tangan-tangan asing itu bisa menguasai Papua, artinya mereka punya akses yang luas untuk menjarah kekayaan alamnya,” ungkap Mardigu tanpa mau merinci lebih lanjut pihak asing yang dimaksudkannya.

Al Araf menambahkan, pendekatan militeristik penuh kekerasan di zaman Orba ternyata masih berlanjut sampai saat ini. Padahal, justru pendekatan militeristik itu yang menjadi penyebab antipati dan kebencian penduduk Papua terhadap NKRI. Apalagi fakta menunjukkan, Jakarta tidak pernah memproses para pelanggar hak azasi manusia (HAM) secara tuntas. Kalau pun ada yang ditindak, hanyalah mereka yang menjadi pelaksana di lapangan. Sedangkan para jenderal yang membuat perintah sama sekali tidak pernah disentuh hukum.(rls/ans)



 
   Berita Terkait > Papua
 
  TNI-Polri Mulai Kerahkan Pasukan, OPM: Paniai Kini Jadi Zona Perang
  Pemilik dan Masyarakat Papua Geruduk Kementerian LHK, Desak Menteri Usut Indikasi Mafia Tanah dan Hutan Adat di Jayapura Selatan
  Kejati Pabar Penjarakan SA Mantan Pimpinan PT Bank Pembangunan Daerah Papua
  Willem Wandik Sampaikan Sakit Hati Masyarakat Papua atas Pernyataan Menko Polhukam
  Pelinus Balinal Sebut Keamanan, Perdamaian dan Persatuan sebagai Prioritas di Kabupaten Puncak
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2