Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
Penegakkan Hukum
Partisipasi Pemuda Dibutuhkan Dalam Penegakkan Hukum, Atau Negara Ini Bubar
Tuesday 02 Jul 2013 00:44:05
 

M Danial Bangu.(Foto: BeritaHUKUM.com/mdb)
 
Oleh: M Danial Bangu

Persoalan hukum sangat erat kaitannya dengan masa depan suatu bangsa, dimana peran para pemuda dalam kepedulian terhadap penegakkan hukum maupun keadilan, sangatlah diperlukan.

Jika hukum hanya cenderung menjadi alat pihak tertentu untuk menghantam kelompok lawan, atau demi kepentingan sepihak, hukum tegak berdiri walau dengan berbagai alat bukti yang jelas, namun hukum menjadi lemah ketika dihadapkan pada orang-orang tak berpunya, maka dimanakah peran generasi muda sebagai tumpuan cemerlang bagi terwujudnya keadilan dalam bernegara.

Apabila hukum hanya selalu tajam ke bawah namun tumpul ke atas, sehingga menyebabkan rakyat semakin muak dengan sepak terjang oknum aparat yang mempermainkan hukum, bukan tidak mungkin masa depan negara suatu saat bukan tak lagi diambang jurang kehancuran, namun telah masuk dalam jurang kehancuran.

Sejarah telah mencatat betapa kesungguhan yang bermula dari jiwa para pemuda Tunisia yang muak dengan ulah bejat para koruptor yang merajalela di negeri penghasil minyak dan gas ini, telah memaksa Presiden Zine El Abidine Ben Ali mengundurkan diri pada tanggal 15 Januari 2011, dan kabur ke Arab Saudi. Revolusi tersebut bermula karena dipicu dari aksi bakar diri seorang pedagang kaki lima karena disita barang dagangannya, sementara disatu sisi rakyat menyimpan amarah pada pemerintahan korup dengan sistim pengawasan yang rapuh, karena telah berprilaku yang sama hingga akhirnya partisipasi rakyat berujung bukan pada memperbaiki, namun bagaimana menghacurkan dan mengakhiri semuanya.

Persoalan partisipasi, terutama bagaimana peran para pemuda terhadap proses maupun hasil dari suatu penegakkan hukum dan keadilan, ini sangatlah perlu dan memang sangat dibutuhkan, terlebih lagi dari segi pengawasan secara umum. Professor Ernst C. Stiefel mengartikan “partisipasi sosial” sebagai “upaya terorganisasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap sumber daya dan lembaga pengatur dalam keadaan sosial tertentu oleh kelompok dan gerakan yang sampai sekarang dikesampingkan dalam fungsi pengawasan.

Selain itu, persoalan ekonomi yang begitu erat kaitannya dengan persoalan hukum positif yang belaku di suatu negara, secara jelas bila persoalan korupsi di negeri ini dibiarkan terus menerus terjadi, menggerogoti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun tidak ada langkah revolusioner guna menyehatkan APBN selain dengan cara klasik menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), dan tidak adanya kepedulian para pemuda, maka dimanakah moral generasi muda kita? Sementara dalam kesemerawutan ini, masih ada mafia hukum yang memancing di air keruh.

Istilah mafia hukum atau mafia peradilan setara dengan terminology judicial corruption, yang di negara-negara barat digunakan untuk menjelaskan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme di dalam sistem peradilan. Meskipun sampai saat ini belum ada definisi yang disepakati bersama, namun ada beberapa pengertian yang dapat dijadikan rujukan.

Para mafia peradilan melakukan perbuatan yang bersifat sistematis, konspiratif, kolektif, dan terstruktur yang dilakukan oleh aktor tertentu untuk memenangkan kepentingannya melalui penyalahgunaan wewenang, kesalahan administrasi dan perbuatan melawan hukum yang mempengaruhi proses penegakkan hukum, sehingga menyebabkan rusaknya sistem hukum dan tidak terpenuhinya rasa keadilan. Persoalan serius seperti menjadi catatan kelam di banyak Negara, sehingga timbul chaos atau kekacauan dan kehancuran dengan skala luas. Apakah kita mau jika Negara ini bubar? Karena sikap acuh membiarkan hal serupa berlarut-larut.

Kejaksaan sebagai tempat para penegak hukum, dimana terdapat pula para Jaksa muda yang diharapkan mampu menjalankan komitmen dan memberikan warna yang indah demi tegaknya keadilan, sehingga kepercayaan masyarakat akan kembali tumbuh bersemi. Jika diibaratkan para Jaksa muda adalah pelangi di pagi hari, maka tumbuhnya kepercayaan masyarakat bagaikan kuntum bunga yang bermekaran, itulah warna yang indah, lahir dari terjaganya keluhuran moral.

Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH mengingatkan betapa kita makhluk sosial harus peduli pada persoalan ini. Moral berhubungan dengan manusia sebagai individu sedangkan hukum (kebiasaan, sopan santun) berhubungan dengan manusia sebagai makhluk sosial.

Antara hukum dan moral terdapat perbedaan dalam hal tujuan, isi, asal cara menjamin pelaksanaannya dan daya kerjanya.

1. Perbedaan antara moral dan hukum dalam hal tujuan:
a. Tujuan moral adalah menyempurnaan manusia sebagai individu
b. Tujuan hukum adalah ketertiban masyarakat

2. Perbedaan antara moral dan hukum:
a. Moral yang bertujuan penyempuraan manusia berisi atau memberi peraturan-peraturan yang bersifat batiniah (ditujukan kepada sikap lahir)
b. Hukum memberi peraturan-peraturan bagi perilaku lahiriah

Penegakan hukum tidaklah bergantung pada banyaknya peraturan perundangan yang dibuat, melainkan pada kualitas dan integritas para penegak hukumnya, baik itu Polisi, Jaksa, Hakim dan lainnya. Dan para Jaksa muda yang memiliki kewenangan eksekutorial, sehingga seyogyanya setiap insan Adhyaksa niscaya selalu berusaha menjunjung tinggi profesionalisme dan integritas pribadi, kiranya apa yang dikatakan filusuf Taverne bahwa “Berikan aku Hakim yang baik, Jaksa yang baik serta Polisi yang baik, maka dengan undang-undang yang buruk sekalipun aku akan memperoleh hasil yang lebih baik” patut direnungkan dan diwujudkan. Segala kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum, keadilan harus menjadi tujuan utama para penegak hukum. FIAT JUSTICIA RUAT CAELUM keadilan harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh.

Praktek korupsi yang terjadi di lingkungan legislatif dan eksekutif baik di pusat maupun daerah yang hingga saat ini, tidak terlepas dari kecenderungan DPR/DPRD yang lebih banyak memerankan fungsi “budgeting” daripada fungsi legislasi dan pengawasan.

Bahkan terdapat kecenderungan dari alat-alat kelengkapan DPR untuk “menterjemahkan secara luas” mengenai fungsi budgeting, yang tidak hanya menyangkut penentuan kegiatan pada sektor dan sub sektor, melainkan juga sampai tingkatan satuan kegiatan yang meliputi jenis, lokasi dan biaya kegiatan.

Oleh karenanya banyak dari Kementerian dan lembaga pemerintah pusat/daerah yang melakukan berbagai “pendekatan” dalam rangka pembahasan rencana anggaran institusinya dengan DPR/DPRD. Apabila tidak diwaspadai, fenomena tersebut sangat rentan dan rawan menciptakan suap-menyuap karena masing-masing akan berusaha dengan berbagai cara untuk menggolkan rencana anggaran institusinya masing-masing. Hal ini perlu menjadi mendapat perhatian para generasi muda, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia hukum.

Menyangkut persoalan tindak pidana korupsi yang masih menggurita di republik ini, para penegak hukum dengan berbagai cara apapun itu, sangat diharapakan oleh masyarakat dari segi hasil yang mampu memberi kepuasan publik, sementara rakyat pada umumnya tidak mengetahui betapa rumit dan kompleksnya persoalan yang dihadapi para penegak hukum.

Jaksa Agung Basrief Arief, dalam sambutan pembukaan Seminar Hari Bhakti Adhyaksa Tahun 2013 dengan Topik "Penerapan Pembuktian Terbalik (Pembalikan Beban Pembuktian) mengungkapkan bahwa perkembangan modus operandi tindak pidana, khususnya tindak pidana korupsi yang demikian canggih, sehingga relevan dengan sebuah ungkapan “het recht hink achter de feiten aan” yang berarti bahwa hukum itu ketinggalan dari peristiwanya.

Menyadari ungkapan ini, pembentuk wetboek van strafrecht (wvs) di negeri Belanda mencantumkan artikel 103 wvs, yang kemudian menjadi Pasal 103 KUHP ini secara implisit memberi peluang bagi pertumbuhan hokum pidana baru di luar kodifikasi. Demikian pula halnya jika mencermati ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP, ketentuan tersebut secara eksplisit memungkinkan proses beracara di luar KUHAP.

Sebab, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak kejahatan konvensional dilakukan dengan modus operandi yang canggih, sehingga dalam proses beracara diperlukan teknik atau prosedur khusus untuk mengungkap suatu kejahatan, maka partisipasi para pemuda guna mewujudkan ketercapaian dalam menegakkan keadilan, dari kesungguhan kerja-kerja yang memerlukan kejeniusan teramat dibutuhkan, sehingga negeri ini akan lebih cemerlang dengan keadilan sosial, terasa, dan bukanlah bayang-bayang semata.(*)



 
   Berita Terkait > Penegakkan Hukum
 
  Tegakkan Hukum Yang Sudah Tegak !!!
  Ustadz Slamet Maarif Ketua PA 212 Ternyata Sudah Berstatus Tersangka
  BPN: Hukum Kini Tajam ke Lawan dan Ramah ke Kawan, Prabowo akan Benahi
  MK Garda Terakhir Penjaga Konstitusi dan Penegakkan Hukum di Indonesia
  Partisipasi Pemuda Dibutuhkan Dalam Penegakkan Hukum, Atau Negara Ini Bubar
 
ads1

  Berita Utama
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

 

ads2

  Berita Terkini
 
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2