JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Ketua Umum Partai Hanura Wiranto mengkritisi banyaknya pejabat pemerintah yang merangkap jabatan sekaligus. Padahal, dalam Pemilu mereka mendapat kepercayaan rakyat, seharusnya fokus menjalankan misi dan visi untuk kesejahteraan rakyat.
"Sekarang ini, banyak pejabat pemerintah itu banyak yang nyambi. Mereka melakukan dua kewajiban dalam waktu yang bersamaan,” kata Wiranto dalam dialog Silaturahmi Tokoh Bangsa di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (19/1).
Secara spesifik, Wiranto menyoroti jabatan ganda Susilo Bambang Yudhoyono. Dia selain sebagai Presiden, juga merangkap sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Jabatan ganda ini, sangat rawan konflik kepentingan.
“Seharusnya Presiden SBY lebih fokus dalam menjalankan misi untuk rakyat. Tapi yang terjadi adalah ada dia mengemban misi ganda. Jadinya menjalankan mandat parpol dan rakyat. Pada saat menjalankan visi dan misi yang diamanahkan rakyat, malah tidak fokus atau tidak serius,” imbuhnya.
Ketidakfokusan tersebut, jelas mantan Menhankam/Pangab ini, karena sejumlah pejabat tidak tahu harus mendalukan kepentingan rakyat atau parpol. "Ini menjadi permasalahan besar, karena pejabat tersebut tidak menjalankan amanat rakyat yang diterimanya dalam pemilu,” paparnya.
Pendapat senada diungkapkan Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar, Akbar Tandjung meminta politisi tidak menduduki posisi strategis dalam pemerintah. Upaya ini untuk meminimalisir terjadinya konflik kepentingan. Akibatnya, konflik kepentingan saat ini begitu dominan.
Sejumlah masalah di segala level yang menggerogoti Indonesia tidak lepas dari konflik kepentingan ini. "Tidak ada posisi penting di republik ini tanpa melalui partai politik. Mau menjadi walikota, bupati, gubernur, presiden, semua melalui partai politik. Tapi, saat menerima amanat rakyat, dia harus memilih melepas yang mana,” jelasnya.
Partai politik di Indonesia, imbuhnya, harus didorong supaya bisa menjalankan fungsinya secara efektif dan mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang terpanggil untuk membangun bangsa. Bukan sebaliknya, hanya demi kekuasaan politik yang pada gilirannya justru memicu konflik kepentingan politik,” tandas mantan ketua umum Golkar tersebut.(dbs/wmr)
|