JAKARTA, Berita HUKUM - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, telah melakukan penelitian tentang status lingkungan hidup yang dilakukan di lima. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya Walhi mendorong isu lingkungan menjadi isu public dan menjadi bagian dari pembanding status lingkungan hidup Indonesia yang dikeluarkan oleh KLH.
Riset diselenggarakan pada bulan Januari 2014 di Jakarta, Bandung, Kendari, Pekanbaru dan Banjarmasin yang melibatkan responden 1920 ( 384 responden/ kota ) dengan sampling error 2.2% dan tingkat kepercayaan 95%. Metode penarikan sampel mempergunakan multistage random sampling. Sampel diambil dari daftar pemilih yang dibuat oleh KPU masing-masing kota. Nama-nama yang terpilih dalam proses penarikan sampel menjadi responden survei.
Abdul Wahid Situmorang dari Walhi Institut menyatakan bahwa persoalan lingkungan hidup hari ini sudah pada tahap yang mengkhawatirkan, hasil riset Walhi memperlihatkan kondisi lingkungan hidup dalam keadaan status bahaya (air, tanah, udara, sungai dan iklim), namun penanganan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup masih dilakukan dengan mempergunakan pendekatan “business as usual”. “ Perlu ada terobosan baru yang dilahirkan untuk memperbaiki situasi ini sehingga kedepan tidak menghadapi persoalan lingkungan yang semakin besar”, imbuhnya.
Irhash Ahmady , salah satu peneliti menyampaikan bahwa dari 5 kota yang menjadi sampling sudah cukup mewakili gambaran umum kondisi lingkungan hidup di Indonesia yang mengarah pada satu yakni Institusi/ pengurus negara. Publik melihat bahwa kapasitas kelembagaan negara dan penegak hukum masih rendah. Ini soal pemimpin disetiap level, tidak satupun yang secara kuat mengagendakan memperbaiki kondisi lingkungan”, tambahnya. Irhash yang juga Manager Pengelolaan Pengetahuan Walhi ini juga menambahkan tidak sedikit pemerintah nasional maupun daerah pendekatan pembangunan kepada eksploitasi sumberdaya alam secara masif tanpa memperhatikan keselamatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan di Indonesia, melalui berbagai kebijakan sektor kehutanan, pertambangan, perkebunan dan pertanian. “Oleh karenanya praktik kekerasan akan terus terjadi ketika rakyat menolak pembangunan yang tidak berpihak”, ucapnya.
Abet Nego Tarigan, Direktur Walhi Nasional mengatakan bahwa dari temuan riset semakin menyakinkan Walhi perlu memperbaiki pengelolaan lingkungan hidup secara sistematis. “Konflik SDA dan Agraria yang semakin meluas akibat kebijakan yang keliru memhebat krisis rakyat hari ini, ditengah sumberdaya alam terkuras bukan untuk kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya perlu sebuah system pemerintahan yang kuat untuk memperbaiki kondisi yang sudah akut ini”, jelasnya.
Abet Nego juga menjelaskan riset ini juga bagian dari pendidikan politik lingkungan untuk publik. “Tahun ini tahun politik, Walhi sebagai bagian gerakan masyarakat sipil memiliki kepentingan atas naiknya isu lingkungan dalam konstestasi Pemilu 2014, oleh karenanya selain mengeluarkan status lingkungan sebagai pembanding yang dikeluarkan oleh KLH, lebih dari itu sebagai bagian dari mendorong agenda politik lingkungan”, tambahnya.
Menjadi tantangan bagi Walhi sebagai organisasi lingkungan bagaimana momentum Pemilu Presiden ini menjadi ajang memaparkan agenda politik lingkungan kepada semua pihak. Mendorong satu peta jalan perubahan perbaikan lingkungan hidup dan meningkatkan kualitas hidup rakyat dengan sumberdaya alam yang berlimpah ini. Karena Walhi menyakini untuk menghentikan kerusakan lingkungan dengan cara perubahan paradigma, perencanaan yang terintegrasi, dan implmentasi kebijakan yang terkoordinasi. Semua itu terlaksana tentu dengan satu pemerintahan yang kuat dengan pemimpin yang pro terhadap lingkungan. Siapapun yang menjadi presiden kedepan, Walhi akan terus melakukan mainsteaming isu lingkungan dalam pembangunan ke depan.(wlh/bhc/sya) |