Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
White Crime    

Pemalsuan Administrasi, Modus Terbesar Mafia Anggaran
Monday 22 Aug 2011 01:18:46
 

Ilustrasi
 
JAKARTA-Indonesia Budget Centre (IBC) mengindentifikasikan ada enam celah yang memungkinkan terjadinya mafia anggaran di dalam legislatif dan eksekutif. Diduga ada 63 anggota DPR yang diduga terlibat perbuatan korupsi itu yang berlangsung sejak 1999. Sebagian besar atau 52 persen terkait kebijakan anggaran dan pemalsuan administrasi.

"Kasus Nazaruddin merupakan satu dari berbagai kasus korupsi mafia anggaran yang berhasl diungkap perlahan oleh KPK. Kasus ini melibatkan berbagai institusi di DPR, kementerian serta pejabat partai. Oligarki kekuasaan luar biasa dalam menggarong uang negara," kata Koordinator IBC Roy Salam dalam jumpa pers bersama koalisi antimafia anggaran yang digelar di kantor ICW, Jakarta, Minggu (21/8).

Enam penyubur mafia anggaran, menurut koalisi antimafia, antara lain yakni pertama; Bertambahnya kekuasaan DPR dalam penganggaran. Kewenangan yang dimiliki Banggar (Badan Anggaran) DPR dalam menentukan plafon anggaran, bisa membuat Banggar lebih detil mengetajui perencanaan anggaran dari proyek-proyek yang masuk ke DPR.

Sedangkan yang kedua; penyusunan anggaran tidak transparan dan koruptif. Mulai dari perencanaan sampai penetapan anggaran seringkali tidak transparan dan beberapa rapat cenderung tertutup. Hasil rapat yang menghasilkan detil anggaran (yang rigit) sebagai hasil kompromi antara komisi dengan beberapa kementerian. Hasilnya mudah untuk "sinkronisasi" dengan Banggar.

Untuk yang ketiga; adanya pos alokasi anggaran di luar ketentuan resmi tentang keuangan negara. Alokasi anggaran muncul beberapa waktu lalu di luar ketentuan resmi yaitu UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara (dana penyesuaian dan percepatan pembangunan) yang dimunculkan oleh Banggar. Hal ini berawal dari celah antara pendapatan dan belanja negara. Sehingga selisihnya sering digunakan oleh aktor-aktor mafia anggaran untuk dialokasikan dengan alasan untuk daerah.

Selanjutnya, keempat; tidak ada RDPU dengan masyarakat saat penentuan anggaran.
Sebelum pengesahan anggaran, harus melalui proses rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan masyarakat. Namun, pembahasan RUU APBN tidak dilakukan dan cenderung pada pembahasan elit.

Yang kelima; ada ketimpangan antara rencana alokasi dengan kebutuhan daerah/konstituen.
Prinsip alokasi anggaran berdasarkan kebutuhan tidak diindahkan. Banggar kurang memperbarui data riil di lapangan sehingga alokasinya cenderung pada kepentingan politik semata.

Sedangkan terakhir, adanya hukum memancing uang dengan uang. Ada proses jual beli alokasi untuk menentukan besaran anggaran untuk daerah. Untuk memperlancar anggaran sebuah daerah, daerah tersebut harus memberikan bayaran kepada beberapa aktor mafia anggaran.

Makin Mengkhawatirkan
Sementara itu, peneliti ICW Abdullah Dahlan mengatakan, praktik mafia anggaran di DPR semakin mengkhawatirkan masyarakat. Selain munculnya kasus Nazaruddin, juga adanya pengakuan dari Badan Anggaran (Banggar) DPR Wa Ode Nurhayati tentang berbagi 'permainan' anggaran selama ini.

“BK (Badan Kehormatan-red) DPR tidak tegas dalam mengatasi masalah calo anggaran. Nama-nama yang sudah disebutkan Nazaruddin dan Wa Ode itu, seharusnya sudah bisa dipanggil BK untuk diperiksa. Anehnya, hingga kini BK tidak juga memanggil nama-nama yang disebutkan dengan alasan tidak cukup bukti,” jelas dia.

Menurutnya, praktik mafia anggaran masih terus terjadi, karena aspek etik tidak mencapai praktik di Banggar. DPR dalam membuat kode etik, ternyata tidak mencoba menutup wilayah preventif praktik ini. Hal ini yang harus segera dibuat untuk mencegah praktif mafia anggaran makin menggila di DPR dalam waktu ke depan.

Pembentukan panja mafia anggaran DPR, jelas Dahlan, mungkin akan sulit mengungkap praktik tersebut. Pasalnya, semua partai politik akan tersandera oleh praktik anggaran tersebut. "Di Banggar sudah ada instruksi siapa yang jalankan. Panja mafia anggaran di DPR akan sulit terungkap, karena semua partai politik tersandera praktik mafia anggaran. Peran Banggar terlalu kuat," ungkapnya.(mic/spr)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

 

ads2

  Berita Terkini
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu

Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur

Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket

Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2