JAKARTA , Berita HUKUM - Diskusi Ratifikasi Tembakau dengan Tema "Urgensi Ratifikasi" yang merencanakan akan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) bagi Indonesia. pada acara ini juga menghadirkan para Nara Sumber Poempida Hidayatulloh (DPR RI komisi IX),
Prof. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M., Ph.D (Guru Besar Hukum International FH UI), Eva Kusuma Sundari (komisi III DPR RI) begitu juga dengan Enny Ratnaningtyas (direktur industri makanan minuman dan tembakau kementerian perindustrian). Acara yang diadakan Jurnal Parlemen ini diPisa Cafe Mahakam, Blok M Jakarta Selatan, Rabu (11/12).
Pembahasan diskusi sendiri mengenai hal Peraturan Pemerintah (PP) No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa produk Tembakau bagi kesehatan Melarang produsen rokok mencantumkan kata; "Light", "Ultra Light", "Mild", dan "Extra Mild" pada produk dan bungkusnya. Garis besar Peraturan Pemerintah yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini memberikan batasan yang sangat ketat bagi peredaran, penjualan dan iklan dari Produk Tembakau, yang biasanya adalah sering disebut sebagai Rokok. Penjelasan seminar ini sendiri, menyangkut juga pada Persatuan pertanian tembakau yakni, terdiri atas petani dan buruh industri rokok, bakal kena dampaknya bila pengendalian tembakau dilakukan seperti yang sudah di sahkan di UU No pasal 109/2012.
Menurut Oscar dari Ketua Grafindo (Gabungan produsen rokok putih indonesia) berdasarkan Kalkulasi hitungan acuan dari hasil sisa tembakau sendiri yang diprediksi bersisa lumayan banyak untuk di impor.
"Banyak beredar tembakau impor, coba hitung kalau saja untuk produksi 300 milliar stik batang pertahun, itu tembakau 250 ribu ton, dan 180 ribu ton dibutuhkan untuk produksi, kurangi dari produksi rokok berapa sisanya?. Karena ini hasil hitung-hitungan yang saya pelajarin (untuk impor sisanya sekitar 70 ribu ton tembakau)," jelasnya disela pembahasan seminar Urgensi Ratifikasi FCTC.
Mengenai hal untuk peringatan Bahaya merokok yang harus dicantumkan dalam kemasan rokok, Oskar menghimbau pada pendapatnya agar, karakter dari huruf tulisan pada bungkus rokok agar diperbesar, untuk peringatan dampak bahaya yang akan ditimbulkan, bukan malah menghentikan iklan rokok.
"Untuk Peringatan kesehatan sendiri, sekarang ini dalam hal peringatan bahaya merokok ini hanya 15 % subtansinya yang ada pada kemasan (bungkus) rokok, jadi kami usulkan agar menjadi 23 % tertera pada tulisan bungkus rokok (istilah yang dimaksud; merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung,dll), pakai tulisan jangan pakai gambar pada space bungkusan rokok, agar diperbesar dalam hal penulisan," Tambahnya menjelaskan, dalam hal penulisan peringatan bahaya merokok dikemasan rokok yang saat ini ada.
Adapun Garis besar Peraturan Pemerintah yang sudah ditandatangani Presiden SBY ini memberikan batasan yang sangat ketat bagi peredaran, penjualan dan iklan dari Produk Tembakau, pada pasal No 109/2012 agar di Ratifikasi.(bhc/bar) |