Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Legislatif    
Komisi VII
Pembangunan SPBN Jangan Disamakan dengan SPBU
Tuesday 29 Jul 2014 10:49:35
 

Ilustrasi. Gedung MPR, DPR dan DPD Republik Indonesia, Senayan, Jakarta.(Foto: BH/mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi VII DPR RI, Asmin Amin menyoroti persoalan pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Kepulauan Selayar yang diperlakukan sama dengan pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

“Pertamina bilang itu tergantung Pemerintah Daerah, sedangkan Pemerintah Daerah bilang Pertamina tidak memberi kuota sehingga tidak diberi tempat membangun SPBN. Kemudian Pertamina bilang lagi harus ada syarat ini dan syarat itu,” ujar Asmin, beberapa hari lalu saat pertemuan dengan PT. Pertamina (Persero) Marketing Operation Region V Surabaya dalam rangka kunjungan spesifik Komisi VII DPR terkait ketersediaan BBM dan LPG 3 Kg bersubsidi, baru-baru ini.

Menurut politisi F-PKS ini, mestinya Pertamina jangan memberlakukan sama antara pembangunan SPBU dengan SPBN. Karena mereka adalah masyarakat yang betul-betul nelayan miskin, sama juga yang ada NTB, mereka sangat susah untuk membuat SPBN.

Asmin mengatakan, negara kita ini adalah negara benua atau negara kepulauan yang terdiri lebih dari 13 ribu kepulauan, tetapi hampir semua sistem dukungan untuk menterjemahkan sebagai negara benua ini lemah. Ia memberi contoh, di Kepulauan Selayar masyarakat nelayan disana membeli minyak itu hampir Rp 20 sampai Rp 30 ribu.

“Kalau membuat SPBN itu diperlakukan sama dengan membuat SPBU, dan mereka selalu bicara itu adalah tergantung kebijakan Pemerintah Daerah atau tergantung SKPD, ini membingungkan” tukasnya.

Ditegaskan Asmin, keberadaan pulau-pulau kecil ini penting sementara selalu masyarakat nelayan dianggap tidak penting, akhirnya kemampuan jelajah masyarakat nelayan kita kurang. Akibatnya kita kecurian Rp 40 Triliyun lebih per tahun dari hasil laut kita. “Seandainya kemampuan jelajah nelayan kuat, mereka tidak akan berani mencuri hasil dari laut kita,” ujar politisi F-PKS.

Menanggapi hal tersebut diatas, General Manager PT. Pertamina Operating Region V Surabaya, Giri Santoso menjelaskan memang itu persyaratan perizinan yang harus ada. “Jadi tidak ada tambahan-tambahan dari Pertamina yang buat susah, saya juga pelajari itu,” kata Giri.

Bahkan untuk SPBN kalau mengurus surat dan ada penjelasannya, kata Giri, sudah bisa eksekusi, yang penting nomor satu safetynya dulu. Kalau safetynya oke, izin-izin menyusul itu tidak apa-apa karena ini sedang dalam pengurusan, tidak seperti SPBU.

“Jadi untuk SPBN memang sudah cukup kita kasih toleransi, tapi nanti kita akan evaluasi lagi mungkin bisa ada yang lebih mudah lagi,” imbuhnya.(iw)/foto:iwan armanias/parle.(iw/dpr/bhc/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
5 dari 6 Orang Terjaring OTT KPK Ditetapkan Tersangka Kasus Proyek Jalan di Sumatera Utara

Pengurus Partai Ummat Yogyakarta Buang Kartu Anggota ke Tong Sampah

Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

 

ads2

  Berita Terkini
 
Psikiater Mintarsih Ungkap Kalau Pulau Dijual, Masyarakat akan Tambah Miskin

5 dari 6 Orang Terjaring OTT KPK Ditetapkan Tersangka Kasus Proyek Jalan di Sumatera Utara

Psikiater Mintarsih: Masyarakat Pertanyakan Sanksi Akibat Gaduh Soal 4 Pulau

Terbukti Bersalah, Mantan Pejabat MA Zarof Ricar Divonis 16 Tahun Penjara

Alexandre Rottie Buron 8 Tahun Terpidana Kasus Pencabulan Anak Ditangkap

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2