JAKARTA, Berita HUKUM - JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin memandang otonomi khusus (otsus) merupakan wujud perhatian pemerintah pusat terhadap daerah. Tak terkecuali perhatian pemerintah pusat terhadap Papua, melalui Otsus Papua.
"Otsus ini memang ada yang pro-kontra, tapi kan masalah otsus ini merupakan hal perhatian pemerintah pusat terhadap daerah khusus, misalnya, Papua dan Papua Barat kemudian Jogja, dan daerah Aceh dalam rangka tidak ada lagi yang bersifat ketertinggalan," ujar Aziz dalam webinar Indonesian Democracy Network (IDN) Akademik bertajuk 'Narasi Damai di Bumi Cenderawasih; Antara OTSUS dan Pemekaran di Papua', Kamis (16/10/2020). Sejumlah narasumber baik eksekutif, legislatif maupun pengamat, hadir dalam kesempatan ini.
Aziz pun ingin tujuan daripada otsus benar-benar tercapai. Sehingga, masyarakat merasakan manfaat dari kebijakan tersebut.
"Di samping hal itu juga tentu otsus ini harus tepat guna dan tepat sasaran dimana pelaksanaannya harus mengena pada masyarakat dan masyarakat bermanfaat untuk digunakan," tuturnya.
Anggota DPD RI daerah pemilihan Papua Barat, Muh Sanusi Rahaningmas, menilai pihak-pihak yang menolak otsus sesungguhnya tak memahami manfaat kebijakan tersebut secara luas.
"Saya menjumpai banyak keluhan dari masyarakat Papua terutama di sektor pendidikan. Banyak pemuda-pemudi Papua yang putus tidak sekolah dan putus sekolah karena biaya, orangtuanya tidak mampu, terutama masyarakat Papua yang ada di pelosok-pelosok. Maka dana otsus tidak boleh putus," jelasnya.
Sementara, pengamat politik Ray Rangkuti berpandangan otsus merupakan jalan tengah terhadap perdebatan pemerintah pusat dengan dengan daerah. Melalui otsus, pemberdayaan masyarakat asli Papua secara politik, kultural dan ekonomi bisa optimal dilakukan.
"Saya setuju dana otsus tidak dihentikan dan harus dilanjutkan meskipun terjadi evaluasi di beberapa hal tapi termasuk di dalamnya evaluasi untuk memaksimalkan betul dana otsus ke masyarakat," kata Ray.
Eks Komisioner Komnas HAM, Hafidz Abbas, berharap selain optimalisasi penggunaan dana otsus, sentuhan dari hati ke hati juga harus dilakukan pemerintah pusat ke masyarakat Papua. Rasa aman, kata dia harus dimiliki masyarakat Papua di wilayahnya.
Karena menurutnya percuma pembangunan dilakukan, tapi keamanan atau kedamaian di Papua tak terjamin.
"Jadi tiga dimensi ini penting yakni security, development, and human rights ada di Papua," jelasnya.
Adapun Asisten Stafsus Presiden, Nanni Uswannas berharap kaum muda Papua menjadi solusi dari konflik yang senantiasa melanda wilayah itu. Salah satu cara mengatasi konflik yang diberlakukan pemerintah pusat, ialah dengan menerapkan kebijakan otsus.
Pihaknya pun berharap agar para milenial Papua bisa mengawal tujuan mulia otsus tersebut.
"Kebijakan otsus dan kebijakan desentralisasi otonomi daerah pasti akan menghasilkan multiefek yang apabila pencapaian tujuannya rendah, jadi multiefek ini yang melahirkan isu-isu dan konflik," jelasnya.
Sedangkan Budi Arwan selaku Kasubdit Provinsi Papua dan Papua Barat, Ditjen Otonomi Daerah, Kemendagri, menegaskan pada tahun 2021 kebijakan Otsus Papua tak berakhir.
Tapi pemerintah malah menjadikan dana otsus besarannya setara 2 persen dari dana alokasi umum (DAU) nasional, sesuai UU 21/2001, Pasal 34 Ayat (3) huruf c angka 2.
"Otsus Papua tidak disetop. Dengan pertimbangan tersebut dan hasil kajian atau evaluasi, pemerintah menilai perlunya melanjutkan dana otsus dengan perbaikan mekanisme, tata kelola dan pengawasan, melalui revisi UU 21/2001," tandas Budi.(bh/mos) |