JAKARTA-Masyarakat harus siap-siap mengencangkan ikat pinggang lagi. Pasalnya, pemerintah sedang mengkaji untuk menaikan harga bahan bakar minya (BBM) bersubsidi dalam kisaran 10-20 persen. Namun, rencana itu terlebih dahulu dibahas pemerintah bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, setelah Idul Fitri.
Alasan untuk menaikan harga BBM tersebut, karena total subsidi yang akan dikucurkan pada tahun ini sudah terlampau tinggi, yakni Rp 120,7 triliun. Sedangkan dampak dari kenaikan harga BBM itu, hanya memicu kenaikan inflasi sebesar 1,2 hingga 2 persen.
“Saya pernah dengar ada pembahasan pada Kamis (14/7) lalu, antara pemerintah yang diwakili Kementrian ESDM dan Banggar DPR di Wisma Kopo, Puncak, Jawa Barat. Selain itu ada juga usulan pelarangan bagi pejabat negara dan PNS memakai BBM bersubsidi jenis premium. Mari kita tunggu keberanian pemerintah untuk menaikan harga BBM atau tidak,” kata anggota Komisi III asal Fraksi Partai Golkar DPR Bambang Soesatyo di Jakarta, Sabtu (16/7).
Diakuinya, menaikan harga BBM memang sesuatu hal yang sulit untuk dihindari. Pasalnya, selisih ahrga BBM bersubsidi dengan nonsubsidi sudah demikian besar. Jika tak dinaikan, memang memberikan keuntungan besar bagi mafia BBM yang selama ini bermain dengan menjualnya kepada industri. Bahkan, ada yang menyelundupkan ke luar negeri lewat kapal angkut di laut. “Ini jelas menguras APBN dan merugikan rakyat,” tandasnya.
Sementara anggota Komisi VII dari Fraksi PDIP DPR Daryatmo Mardiyanto menyatakan tidak setuju dengan opsi menaikkan harga BBM. Pasalnya, cadangan BBM hingga akhir tahun ini, sudah mencukupi. Cadangan BBM sebesar 49 juta kilo liter yang berarti dapat dipenuhi kebutuhan BBM secara nasional. Justru yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan mengawasi, menindak para mafia BBM, dan pengawasan ketat jangan sampai BBM bersubsidi malah dipakai untuk kalangan industri.
Jika saat ini terjadi kelangkaan BBM, lanjut dia, diudga adanya penyimpangan. Sebab, pada awal tahun, pemerintah sempat mengajukan opsi pengendalian BBM dengan membentuk tim kajian dari beberapa universitas yang ternyata tak berjalan. “Memang suatu pilihan yang sulit, tapi harus dilakukan kajian sebelum memutuskan menaikan harga BBM,” tandasnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution memprediksi kenaikan harga BBM jenis premium sebesar Rp 500/liter akan memicu inflasi hingga 1%. Namun, jika dilakukan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi oleh pemerintah maka inflasi yang terjadi di bawah 1%. Sedangkan mantan Wapres Jusuf Kalla mengimbau pemerintah sudah waktunya untuk mengalihkan subsidi BBM ke pembangunan infrastruktur. Saat yang tepat untuk menaikkan harga BBM adalah seminggu sebelum masuknya bulan Ramadan, karena makin besar subsidi BBM maka anggaran belanja modal untuk infrastruktur akan habis tergerus.(dbs/ans)
|