BOGOR, Berita HUKUM - Hari Sungai Nasional, Pemerintah Harus Bertanggung Jawab atas Kerusakan Ciliwung, Bogor 25 Juli 2013. Pemerintah telah menetapkan tanggal 27 Juli
sebagai Hari Sungai Nasional.
Ciliwung Institute dan Forest Watch Indonesia mendesak pemerintah dan para pihak untuk bertanggung jawab atas rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung.
Pada tanggal 27 Juli 2013 penggiat Ciliwung akan menyelenggarakan dialog “Mari Bicara Perspektif Ciliwung” di Jakarta. Pada dialog ini, pihak pemerintah selaku penentu kebijakan akan diundang dan diharapkan dapat menghasilkan aksi tindak lanjut dan solusi yang nyata untuk perbaikan Ciliwung.
Pada tahun 2012, FWI memaparkan hasil temuannya terkait kondisi tutupan hutan di DAS Ciliwung yang tersisa tinggal 12 persen dari total luas Kawasan DAS yang mencapai 29 ribu hektar.
Kondisi ini tidak sesuai dengan yang diamanatkan di dalam undang-undang, dimana keberadaan hutan sebagai daerah resapan air yang optimal harus mempunyai luasan yang cukup dengan sebaran proposional, minimal 30 persen dari luas DAS.
Sungai Ciliwung sepanjang ± 120 Km yang berhulu di Kawasan Puncak, aliran sungainya melewati Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok dan DKI Jakarta.
Berdasarkan data tahun 2007 Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum, terdapat kurang lebih 20 situ (setu) yang masuk di dalam DAS Ciliwung.
Hari Yanto dari Forest Watch Indonesia yang melakukan pengecekan lapangan secara langsung kondisi situ (setu) pada April 2013 mengungkapkan, “Kondisi situ yang berada di dalam DAS Ciliwung tak ubahnya kubangan air yang dipenuhi oleh tumpukan sampah dan terjadi pendangkalan.
Kami menemukan kondisi 22 situ dan 4 rawa tidak akan mampu menahan air jika musim hujan tiba. Selain itu, jumlah situ yang kami temui di lapangan berbeda dengan data jumlah situ yang dimiliki Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane pada tahun 2007,” tambah Hari Yanto.
Sudirman Asun dari Ciliwung Institute menambahkan, “Kini Sungai Ciliwung tercemar oleh limbah industri tahu dan sampah rumah tangga, kondisi bantarannya pun telah banyak diuruk para pengembang perumahan mulai dari Kabupaten Bogor hingga Kota Depok. Hutan bambu di bantaran Ciliwung juga terancam oleh para pengembang yang berniat membangun perumahan.
Peneliti dari Universitas Indonesia sekaligus anggota Komunitas Ciliwung, Muhamad Muslich mengungkapkan, “Pada Juni lalu bersama dengan Komunitas Ciliwung, kami mengadakan penelitian Jelajah Taman Keanekaragaman Hayati Ciliwung. Kondisi Ciliwung sepanjang bantaran dipenuhi titik-titik gunung sampah.
Tercatat 215 titik pembuangan sampah mulai dari Bojong Gede di Bogor hingga Simatupang, Jakarta. Penelitian tersebut juga mencatat 88 pelanggaran oleh pembangunan pemukiman di bantaran.
Enam titik lainnya masih dalam proses pengurukan bantaran untuk kompleks perumahan baru. Tercatat pula sumber limbah rumah tangga dan industri sebanyak 127 titik.”
Kondisi Ciliwung saat ini semestinya menjadi perhatian serius dari semua pihak. Terlebih Sungai Ciliwung mempunyai sejarah yang bagus pada zamannya, dimana Ciliwung menjadi jalur tranportasi para pedagang bambu dari kawasan Bojonggede dan Depok menuju Jakarta.
“Kita sebagai warga negara perlu menuntut tanggung jawab pemerintah untuk mengembalikan fungsi hutan dan situ sebagai daerah tangkapan air dan penampung air sementara yang melindungi kawasan di bawahnya," himbau Hari Yanto.(rls/bhc/put) |