JAKARTA, Berita HUKUM - Jumlah kasus COVID-19 terus bertambah. Sementara test masif belum dimulai dan penyebaran ke daerah-daerah mulai meluas. Tingkat kematian tidak turun, masih 7-10 persen dan termasuk yang tertinggi di dunia.
Di Indonesia tercatat 1.046 orang positif, 87 orang meninggal dan ada 46 orang yang sembuh.
Pantauan pewarta pada Update situs data global oronavirus COVID-19 Global Cases by the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at Johns Hopki pada, Sabtu (28/3) pukul 06.48 Wib, menunjukkan grafik yang naik tajam untuk jumlah orang terkonfirmasi positif Covid-19. Saat ini Amerika Serikat menjadi negara yang tertinggi untuk kasus terinfeksi 101.657 orang, sedangkan untuk kasus tertinggi jumlah yang meninggal adalah di Italy sebanyak 9.134 oarng dan disusul Spanyol 5.138 orang. Spanyol kini telah melewati jumlah kasus yang meninggal di Cina sebanyak 3.174 orang.
Terkait pandemi Covid-19, Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia Bergerak (Jaringan-IB) melakukan Pernyataan Sikap sebagaimana yang dilansir situs walhi.or.id pada, Jumat (27/3) sebagai berikut:
Para pakar memperkirakan, ledakan kasus COVID-19 terjadi pada saat mudik lebaran. Sulit dibayangkan hal buruk apa yang akan kita hadapi ketika COVID-19 menyebar ke daerah saat warga mudik lebaran. Indonesia punya 98 kota dan 416 kabupaten. Artinya ada 514 kota dan kabupaten yang akan menghadapi wabah COVID-19. Bila potensi ledakan ini tidak segera diantisipasi dengan kebijakan dan tindakan tegas terkait larangan mudik, maka Indonesia bisa menghadapi situasi buruk yang sulit dibayangkan pemerintah akan mampu mengendalikannya. Dengan jumlah kasus yang ada sekarang saja Pemerintah sudah tampak kesulitan menanganinya hingga berdampak pada bertambahnya angka kematian dan melonjaknya angka kasus.
Meski ancaman sangat buruk sudah ada di depan mata, pemerintah belum juga mengambil sikap. Sementara Pemprov DKI yang wilayahnya menjadi pusat epicentrum penyebaran COVID-19 menyatakan tidak berkuasa melarang warga pulang ke kampung karena tidak ada dasar hukumnya. Dalih ini tidak bisa diterima karena dalam kondisi force majour langkah apapun untuk menyelamatkan warga sah untuk ditempuh. Hukum untuk manusia dan bukan sebaliknya.
Absennya kebijakan dan tindakan tegas terkait larangan mudik sudah terbukti membawa dampak. Ribuan warga perantau asal Wonogiri sudah pulang kampung di tengah ancaman penyebaran corona. Dan apa yang dikhawatirkan sungguh terjadi. Salah satu sopir bus yang mengangkut para perantau itu kedapatan positif COVID-19 dan kini sedang dirawat di rumah sakit. Bisa dibayangkan, para warga yang berada di bus yang sama berpotensi terinfeksi atau setidaknya menjadi pembawa virus. Pulangnya warga perantau dari daerah-daerah penyebaran virus ke desa-desa asalnya juga telah menciptakan konflik horisontal di daerah. Kondisi ini jelas menambah beban bagi pemerintah daerah.
Lambatnya pemerintah mengambil tindakan tegas terkait larangan pulang kampung membuat beberapa daerah dan komunitas-komunitas di daerah mengambil inisiatif sendiri untuk mencegah penyebaran COVID-19, seperti meng-karantina (lock down) daerahnya, menetapkan himbauan/larangan bagi warganya di perantauan untuk tidak pulang kampung, penjagaan ketat area kampung, dan berbagai inisiatif lainnya. Inisiatif yang dilakukan pemerintah daerah dan berbagai komunitas di daerah bisa dipahami mengingat keterbatasan kemampuan dan fasilitas yang dimiliki daerah dalam menghadapi wabah COVID-19.
Munculnya berbagai inisiatif yang dilakukan pemerintah daerah dan berbagai komunitas di daerah untuk mencegah penyebaran virus patut diapresiasi meski langkah ini tidak sejalan dengan keputusan pemerintah. Berbagai inisiatif itu terjadi selain karena lambatnya pemerintah dalam penetapan kebijakan, juga karena belum adanya kerja sinergis dan kerja sejalan sepemahaman antara pemerintah dan pemerintah daerah. Upaya menghentikan wabah virus jelas akan sulit dilakukan tanpa adanya kerjasama sinergis pemerintah dan pemerintah daerah yang didukung segenap masyarakat.
Di awal terjadinya wabah pemerintah cenderung mengabaikan dan lambat merespon ancaman COVID-19. Ini berdampak pada terenggutnya sekian banyak nyawa, termasuk tenaga medis. Kini wabah sudah meluas, kondisi terburuk sudah di depan mata. Kelambatan pemerintah dalam mengantisipasi pergerakan 'pulang kampung' yang melibatkan jutaan warga dan ketidaktegasan pemerintah dalam memberlakukan larangan pulang kampung dapat membawa Indonesia dalam situasi yang sangat buruk.
Keterlambatan pemerintah dalam mengambil sikap terhadap larangan untuk pulang kampung terbukti sudah membawa dampak buruh bagi daerah. Terlebih bila pemerintah membolehkan warga melakukan pergerakan massal untuk pulang kampung, meskipun disertai dengan berbagai prasyarat. Dengan membolehkan warga pulang kampung, berarti pemerintah telah menyerahkan tanggung jawab penghentian penyebaran COVID-19 pada pemerintah daerah yang kapasitas dan fasilitasnya jelas-jelas sangat terbatas. Itu berarti pemerintah menciptakan konflik-konlik horisontal yang memperkeruh keadaan dan kian menyulitkan daerah dalam menghadapi ancaman wabah COVID-19. Itu juga berarti pemerintah menciptakan epicentrum-epicentrum baru penyebaran COVID-19. Satu epicentrum saja sudah sulit dikendalikan, apalagi bila muncul banyak epicentrum.
Dengan pertimbangan tersebut, kami, Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia Bergerak mendesak Pemerintah untuk :
Segera mengambil keputusan tegas dengan menetapkan larangan pulang kampung bagi segenap warga sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan, dan mengambil tindakan tegas bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran;
Segera memperluas test bagi para tenaga medis dan keluarganya, ODP dan PDP, memperluas dan benar merealisasikan desentralisasi test laboratorium untuk mempercepat penanganan warga yang terinfeksi COVID-19 dengan benar-benar menghilangkan hambatan birokratis dan sentralistis. Data kasus COVID-19 di DKI saja menunjukkan, begitu banyak pasien terinfeksi COVID-19 yang sampai sekarang masih menunggu hasil tes. Juga masih banyak keluhan yang disampaikan para tenaga medis bahwa test laboratorium berjalan lambat sehingga menghambat penanganan cepat dan tepat;
Meningkatkan kerja sinergis dengan pemerintah daerah agar kerja-kerja cepat dan tepat dalam menghentikan wabah COVID-19 dapat segera diwujudkan;
Segera merealisasikan kebijakan transparansi dalam penanganan COVID-19, termasuk transparansi dalam mengungkapkan data kasus, sebagaimana sudah dijalankan sebelumnya oleh Pemprov DKI. Kesaksian dari para pejabat negara-negara yang sukses dalam menghadapi wabah COVID-19 menegaskan, transparansi adalah kunci sukses untuk menghentikan penyebaran COVID-19
Segera merealisasikan/memperluas bantuan/jaring pengaman sosial bagi kelompok marjinal yang terkena dampak kebijakan 'physical distancing', terutama untuk kelompok berpendapatan rendah dan para pekerja sektor informal
Mendukung penuh tindakan pemerintah daerah yang mengambil kebijakan 'karantina wilayah' demi keselamatan warganya karena merekalah yang mengetahui kemampuan dan kelemahan daerahnya dalam menangani wabah COVID-19.(walhi/bh/sya) |