JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sejak terbitnya Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Tim Evaluasi Untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, Pemerintah akan menjamin soal wewenang, Regulasi pengelolaan minyak dan gas bumi, dipastikan akan bersikap Prorakyat.
“Regulasi akan prorakyat, khususnya renegoisasi atau perjanjian ulang kontrak karya tambang diperlukan sebagai pemenuhan asas keadilan bagi kesejahteraan bangsa. Selain menjalankan opsi akan penentuan pengendalikan konsumsi BBM bersubsidi, agar tepat volume dan pengguna sasaran," kata Menteri ESDM Jero Wacik digedung Kementrian ESDM, Jakarta, Senin (20/2).
Dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 itu, lanjut dia, penetapan dengan mempertimbangkan perkembangan kebutuhan nasional atas jenis bahan bakar minyak tertentu. Hal ini dalam rangka pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran kepada konsumen pengguna tertentu. Sedangkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan APBN, perlu dilakukan penataan kembali kebijakan harga jual eceran dan pengguna jenis bahan bakar tertentu.
Adapun jenis BBM tertentu itu, yakni minyak tanah (kerosene), bensin (gasoline) RON 88 dan minyak solar (gas oil) atau dengan nama lain yang sejenis dengan standar dan mutu (spesifikasi) yang ditetapkan Menteri ESDM. Harga jual eceran jenis BBM tertentu di titik serah, untuk setiap liter ditetapkan untuk minyak tanah (kerosene) sebesar Rp 2.500; bensin (gasoline) RON 88 sebesar Rp 4.500; dan minyak solar (gas oil) sebesar Rp 4.500.
Menteri ESDM selaku Ketua Harian Tim Evaluasi juga telah melakukan pembicaraan-pembicaraan dengan beberapa perusahaan besar pertambangan mineral dan batubara untuk mendapatkan kesediaan mereka melakukan renegosiasi. Hasilnya, PT Newmont dan PT Freeport Indonesia telah bersedia untuk mengadakan peninjauan kontrak karya, meski tak disebutkan pasal dan aturan seperti apa yang akan di renegoisasi ulang.
Saat ini, Pemerintah sedang menyelesaikan di tingkat internal, antara lain melakukan kajian opsi pembatasan BBM bersubsidi oleh Konsorsium Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia dan Universitas Padjajaran serta Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas). Hasil dari keseluruhan kajian tersebut nantinya kembali didiskusikan pada Komisi 7 DPR. (boy)
|