JAKARTA, Berita HUKUM - Reydonnyzar Moenek, bertindak sebagai juru bicara Pemerintah dalam Perkara No. 112/PUU-X/2012 menyatakan, pembentukan Undang-Undang No. 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Seluma, dan Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu sejalan dengan konstitusi. Menurutnya, UU tersebut telah sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan, baik materi, jenis, hierarki, dan materi muatan, serta lembaga yang membentuknya.
Secara konstitusi dan yuridis, kata Reydonnyzar, UU No. 3/2003 merupakan pelaksanaan amanat Pasal 5 ayat (1), Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21 Undang-Undang Dasar 1945. Di samping itu, pemekaran terhadap tiga daerah sebagaimana dirumuskan dalam UU tersebut juga telah mempertimbangkan berbagai aspek.
“Mempertimbangkan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah,” papar Reydonnyzar dalam Sidang Mendengarkan Keterangan Pemerintah dan Saksi/Ahli Pemohon, Jum'at (8/2) di Ruang Sidang Pleno MK.
Adapun tujuan pembentukan tiga kabupaten pemekaran itu, lanjut Reydonnyzar, adalah untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan sebagaimana spirit desentralisasi dan otonomi daerah, mempercepat pelayanan pemerintahan, mendorong peningkatan pembangunan, dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. “Serta memberikan kemampuan dalam membangun potensi daerah.”
Reydonnyzar memastikan, pembentukan UU tersebut merupakan aspirasi masyarakat di Kabupaten Begkulu Selatan selaku kabupaten induk. Sebab, telah disetujui oleh Bupati Bengkulu Selatan dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kab. Bengkulu Selatan. “Sekiranya tidak ada persetujuan DPRD setempat, maka tidak pernah ditetapkan daerah otonomi baru,” ungkapnya.
Terkait perbedaan luas wilayah untuk masing-masing kabupaten, ujarnya, juga sudah dipertimbangkan secara proporsional. Apalagi potensi yang ada pada daerah-daerah tersebut relatif sama. Karena secara umum merupakan daerah agraris, dengan potensi andalan pertanian dan perikanan.
Batas Wilayah Tanpa Paripurna
Sangkalan datang dari saksi-saksi Pemohon. Dalam keterangannya, para saksi yang dihadirkan Pemohon, mengungkapkan bahwa pengambilan keputusan terkait pemekaran tiga wilayah itu tidak sesuai dengan kesepakatan yang terjadi di DPRD Bengkulu Selatan. “Keputusan pada saat itu tidak sesuai dengan hasil pembahasan,” kata Merzan Efendi mantan anggota DPRD Bengkulu Selatan Periode 1999-2004 ini.
Menurutnya, keputusan mengenai tata batas belum dibahas hingga sekarang. Bahkan, menurut saksi Birtus MS yang juga mantan Anggota DPRD Bengkulu Selatan, proses pemekaran cacat hukum. “DPRD tidak pernah melakukan rapat paripurna tentang batas wilayah,”ungkapnya membenarkan keterangan Merzan.
Ahli Pemohon Irmanputra Sidin berpandangan, persetujuan pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten induk adalah mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar. Konsekuensinya, jika syarat mutlak ini tidak dipenuhi, maka persetujuan Gubernur, Menteri, Presiden ataupun DPR dapat dikatakan inkonstitusional.
“Jika syarat konstitusional pembahasan dan persetujuan DPRD melalui paripurna tidak terpenuhi, termasuk yang paling krusial, batas-batas wilayah secara konkrit, maka keputusan lembaga lainnya menjadi tak sempurna secara konstitusional,” tegasnya. Menurutnya, persetujuan DPRD dan kepala daerah bukan semata-mata persyaratan administratif, melainkan syarat konstitusional pembentukan/pemekaran wilayah baru.
Untuk diketahui, dalam hal ini, Pemohon menguji Pasal 4 huruf e, Pasal 5 huruf g, Pasal 6 ayat (2), dan Pasal 7 ayat (2) serta ayat (3) UU No. 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Seluma, dan Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu.(mk/bhc/opn) |