JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan, pemerintah optimis menang akan sidang gugatan UU No.39/2008 tentang Kementerian Negara.
Menurut Djoko, tidak mungkin Presiden menerbitkan tanpa ada dasarnya. “Dan pastinya di konstitusi ada aturannya,” ujarnya saat ditemui wartawan di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Apalagi dirinya menilai, posisi wakil menteri sangatlah penting, karena bertugas membantu menteri menjalankan peranannya. "Wamen itu penting dan dia memegang peranan yang sangat strategis membantu menteri," ungkap Djoko.
Untuk itu, pihaknya berharap Mahkamah Konstitusi tidak membatalkan posisi wakil menteri yang ada di sebagian besar kementerian.
Seperti diketahui, nasib keberadaan 20 wakil menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu II hari ini, Selasa, (5/6), dimana Mahkamah Konstitusi akan memutuskan. Sidang gugatan yang ajukan Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) untuk pengujian Pasal 10 UU No 39 / 2008 tentang Kementerian Negara Terkait Keberadaan Wakil Menteri.
Wakil menteri diangkat dengan dasar Pasal 10 dalam UU tersebut. Dimana pasal itu menyebutkan Presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu saat terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus.
Tetapi, para saksi ahli menilai, pasal tersebut tidak sejalan dengan Pasal 17 UUD 1945, khususnya ayat empat. Ayat itu menyebutkan pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian. “Tidak memerintahkan DPR dan presiden menciptakan jabatan wakil menteri,” kata salah seorang saksi ahli, Margarito.
Pasal itu seharusnya mengatur syarat pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian. "Bukan dan tidak dibenarkan bikin jabatan wakil menteri," ujarnya. Dia juga mengatakan pasal itu tidak sah secara hukum. "Tidak ada nalar bahwa pasal itu memiliki kualifikasi hukum dan sah," kata dia.
Yusril Ihza Mahendra, saksi ahli yang juga hadir dalam sidang itu, sependapat dengan Margarito. Yusril mengatakan latar belakang munculnya norma Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 itu situasional. Saat itu terjadinya pembubaran, pengubahan, serta pembentukan kementerian negara begitu sering dilakukan pada masa Presiden Abdurrahman Wahid.
"Norma itu lahir agar presiden tidak seenaknya sendiri membentuk, mengubah, dan membubarkan kementerian yang ada. Namun, kata Yusril, aturan dalam UU Nomor 39 itu tidak sesuai dengan perintah konstitusi yang dirumuskan Pasal 17 UUD tadi.
Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menilai wakil menteri sebagai masalah yang inkonstitusional dan pemborosan APBN. "Jika diestimasikan seorang wamen dianggarkan Rp 1,2 miliar per tahun, maka jika saat ini ada 20 orang wamen berarti tiap tahun Rp 20,40 miliar dari APBN terkuras," ujar mereka.(tmc/bie/spr)
|