JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pemerintah menyiapkan anggaran Rp 3 triliun untuk mengatasi bencana kekeringan di sejumlah daerah di Indonesia, terutama yang mengalami defisit air. “Dana Rp3 triliun untuk mengatasi berbagai kebutuhan selama kekeringan agar tidak menimbulkan kerawanan pangan,” kata Menko Kesra Agung Laksono di Jakarta, Rabu (14/9).
Dana sebesar itu, menurut dia, dipergunakan untuk jangka pendek dan panjang. Untuk jangka pendek akan disediakan beras sebanyak 100 ton untuk menghindari terjadinya kerawanan pangan. Sedangkan masalah kekeringan, masyarakat diminta untuk efisien dalam menggunakan air, baik untuk mandi secukupnya dan jangan buang-buang air. “Bagi warga di daerah yang airnya melimpah, agar hemat menggunalan air, dan mandi secukupnya,” ujarnya.
Agung menambahkan, dalam jangka pendek sosialiasi dan efisiensi penggunaan air yang mulai kering akan dilakukan di kawasan Pantai Utara, Yogyakata dan NTT, serta NTB. Efisiensi juga perlu dilakukan oleh Pemda dan Pemkot. “Kami akan memanfaatkan teknologi hujan buatan untuk daerah-daerah yang mengalami kekeringan,” tambahnya.
Agung menekankan, penggunaan air sangat penting, terutama dalam penampungan air dalam jumlah besar untuk irigasi dengan memanfaatkan aliran sungai yang sudah terbatas. Efisiensi ini perlu dilakukan melalui pemda provinsi, kab/kota. Kemudian mencari sumber-sumber mata air baru, melalui berbagai cara seperti menggali sumur. Atau bahkan memanfaatkan teknologi canggih kita hujan buatan atau Teknologi modifikasi cuaca. “Sudah tiga pesawat dikirim dalam rangka kebakaran hutan,” ujarnya.
Hujan buatan, jelas dia, dibutuhkan bantuan dari awan. Metode ini agak mahal biayanya. Tapi diperkirakan oleh BMKG, musim kemarau hanya sampai November 2011. Sedangkan untuk jangka panjang, program diversifikasi pangan sehingga tidak bergantung pada beras. Selain itu, memanfaatkan debit air sungai meskipun dalam keadaan menyusut. Namun, dengan teknologi tinggi dapat memaksimalkan penggunaan air pada irigasi, listrik dan sebagainya. Diadakan juga kerja bersama melakukan gerakan penghijauan.
Jangan Risau
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Pusat Ikim Agroklimat dan Iklim Maritim (PIKAM) BMKG, Nurhayati meminta masyarakat jangan risau menghadapi kekeringan yang saat ini berlangsung. Pihaknya memperkirakan pertengahan Oktober mendatang hujan mulai membasahi Indonesia secara umum. “Awal musim hujan umumnya terjadi Oktober besok sebanyak 131 zona musim (zom) atau 38,3%. Dan November sebanyal 121 zom (35,38%),” katanya.
Di beberapa daerah lainnya, imbuh dia, awal musim hujan sudah terjadi pada Agustus sebanyak 9 zom, dan September 29 zom. Juga diperkirakan pada Desember sebanyak 43 zom, Maret 2012 sebanyak 6 zom, Apri 2012 sebanyak 2 zom, dan Mei 2012 sebanyak 1 zom.
Jika dibandingkan dengan rata-ratanya selama 30 tahun (1981-2010), ujar Nurhayati, awal musim hujan 2011/2012 sebagian besar daerah yaitu 213 zom (62,28%) sama dengan rata-ratanya. Sementara itu, 87 Zom (25,44%) mundur terhadap rata-ratanya. Sedangkan yang maju terhadap rata-rata 42 Zom (12,28%).
Nurhayati mengungkapkan, sifat hujan selama musim hujan 2011/2012 di sebagian besar daerah yaitu 267 zom (78,07%), diperkirakan normal dan 40 zom (11,70%) atas normal. Sedangkan yang berada di bawah normal 35 zom (10,23%).
Sedangkan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan, krisis air di Pulau Jawa sebenarnya telah terjadi sejak lama. Krisis air ini semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk, degradasi lingkungan dan menurunnya ketersediaan air.
Menurut kajian Bappenas (2005), untuk wilayah di luar Jabodetabek ditemukan bahwa sekitar 77 persen kabupaten/kota di Jawa telah memiliki satu hingga delapan bulan defisit air dalam setahun. Pada 2025 jumlah kabupaten/kota yang defisit air meningkat hingga mencapai sekitar 78,4 persen dengan defisit berkisar mulai dari satu hingga dua belas bulan, atau defisit sepanjang tahun.
“Dari wilayah yang mengalami defisit tersebut, terdapat 38 kabupaten/kota atau sekitar 35 persen telah mengalami defisit tinggi. Khusus wilayah Jabotabek yang 60 persen pasokan dari waduk Jatiluhur, sekitar 50 persen kabupaten/kota mengalami defisit air dan diperkirakan meningkat menjadi 100 persen pada 2025,” tandasnya. (pci/wmr)
|