JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Rabu (18/7). Pemohon perkara Nomor 49/PUU-XVI/2018 dan Perkara Nomor 50/PUU-VI/2018 mempermasalahkan aturan ambang batas pencalonan presiden dalam Pemilu 2019.
Titi Anggraini selaku Pemohon Nomor Nomor 49/PUU-XVI/2018 menyatakan telah memperbaiki kedudukan hukum (legal standing) untuk Pemohon Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai pengurus Pemuda Muhammadiyah dan dirinya sendiri mewakili Perludem. Pihaknya mencantumkan Anggaran Dasar Pemuda Muhammadiyah serta akte pendirian Perludem.
"Penguatan argumentasi kerugian konstitusional Para Pemohon juga kami tekankan di samping ditegaskan bahwa legal standing beberapa Pemohon, yaitu Titi Anggraini dan Hadar Gumai yang sudah pernah diterima pada perkara pengujian presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden perkara sebelumnya," jelasnya dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Selain itu, lanjut Titi, Pemohon juga melakukan penambahan pasal batu uji materi sehingga seluruh batu uji menjadi Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 6A ayat (3), Pasal 6A ayat (4), Pasal 6A ayat (5), Pasal 22E ayat (1), Pasal 22E ayat (2), Pasal 22E ayat (6), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Terkait dengan penambahan batu uji tersebut, maka ada penambahan satu argumentasi berbeda sehingga seluruh argumentasi permohonan berjumlah 10 poin. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menambahkan syarat ambang batas pencalonan yang berpotensi menghilangkan potensi lahirnya pasangan capres dan cawapres alternatif yang sebenarnya telah diantisipasi dengan sangat lengkap, bahkan melalui sistem pemilu presiden dan wakil presiden 2 putaran atau two round system, atau run off system, satu sistem pemilihan yang terbuka untuk pasangan calon yang bisa banyak," tegasnya.
Sementara itu, Heriyanto selaku kuasa hukum Pemohon perkara Nomor 50/PUU-XVI/2018 menjelaskan sudah memperbaiki kedudukan hukum yang semula bersifat angan-angan sudah dihapuskan. Selain itu, pada bagian posita, ia menjelaskan jika ketakutan pembuat UU dengan banyaknya calon jika tak ada ambang batas pencalonan presiden tidak berdasar. Sebab sudah ada penciptaan norma dalam UUD 1945, pilpres bisa diadakan dua putaran.
Sebelum sidang ditutup, Titi Anggraini meminta MK segera cepat memutus perkara Pemohon berkaitan dengan sempitnya waktu dengan pencalonan capres dan cawapres yang akan dilakukan pada 4-10 Agustus 2018 mendatang. Menanggapi permohonan Pemohon tersebut, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyebut permohonan akan diusulkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).(ARS/LA/MK/bh/sya) |