JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Penetapan tersangka terhadap Wa Ode Nurhayati telah diperkuat alat bukti yang cukup. Hal ini yang melatari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyematkan status hukum itu bagi politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
"Ketika orang ditetapkan sebagai tersangka itu, artinya KPK sudah memiliki cukup alat bukti," kata Wakil ketua KPK Bambang Widjojanto kepada wartawan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (22/12).
Menurut dia, proses pemeriksaan yang dilakukan KPK, berbeda definisinya dengan dengan penyelidikan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pemeriksaan harus dilakukan dengan adanya bukti permulaan. "Penyelidikan di KPK harus ada bukti permulaan dan ada alat bukti. Itu penyelidikannya, kalau di KUHAP itu malah penyidikannya," beber dia.
Di gedung KPK, tim penyidik melakukan pemeriksaan terhadap staf pribadi Wa Ode Nurhayati, Sefa Yolanda. Dalam pemeriksaan itu, Sefa didampingi kuasa hukum Wa Ode Nur Zaenab yang merupakan kakak kandung Wa Ode Nurhayati. Sefa menjalani pemeriksaan sebagai saksi selama tujuh jam.
Sefa mengakui pernah menerima suap dari seorang staf Fraksi Partai Golkar DPR, Haris untuk Wa Ode Nurhayati. Tapi dirinya langsung mengembalikan uang percobaan suap tersebut. "Benar, saya pernah terima suap. Tapi jumlahnya tidak sama seperti yang dibesar-besarkan di public. Uang itu pun sudah saya kembalikan," katanya kepada wartawan, usai menjalani pemeriksaan.
Sayangnya, ia enggan untuk memberikan kepastian jumlah uang yang dikembalikan pada November 2010 itu. Sefa hanya mengatakan jumlah tersebut lebih dari Rp 1 miliar. Mengenai cara pengembaliannya, ia menyarankan meminta langsung keterangan kepada penyidik KPK. “Sebaiknya langsung tanya ke penyidik saja," seloroh dia.
Sebelumnya diberitakan, KPK telah menetapkan Wa Ode Nurhayati sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dana PPID 2011. Hal ini didasari laporan dari transaksi keuangan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam rekening milik Wa Ode sempat ada aliran dana sekitar Rp 6 miliar dari delapan kali setoran.
Kemudian, saat KPK melakukan penyelidikan kasus ini sebulan lalu, dari total rekening Rp 53 miliar, terjadi penarikan sebesar Rp 34 miliar. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) diduga berperan untuk meloloskan alokasi anggaran DPPID untuk tiga kabupaten di Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), yakni untuk Aceh Besar, Pidie, dan Benar Meriah.
Wa Ode disebut-sebut telah meminta fee sebanyak 5-6 persen dari total nilai proyek senilai Rp 40 miliar. KPK juga telah mengeluarkan pencegahan ke luar negeri terhadap staf pribadi Wa Ode Nurhayati, Seva Yolanda. Ditjen Imigrasi juga menerima hal serupa dari KPK untuk Wa Ode Nurhayati.(mic/spr)
|