JAKARTA, Berita HUKUM - Pengamat Ekonomi dan Politik, Salamuddin Daeng menyampaikan situasinya sekarang ini perang digitalisasi, ICT, dan virus internet. adalah Gerak maju sejarah ke arah ini. "Namun, dalam situasi pelemahan ekonomi global ini, justru mundur lagi ke perang virus biologi," ujarnya mencermati. kondisi wabah visrus Corona di kota Wuhan, Cina.
"Memang, virus (Corona) ini disinyalir kuat sebetulnya alat perang. Namun kembalinya dunia kepada perang virus semacam ini menunjukkan ada yang hendak mempertahankan establis-nya tatanan dunia yang lama warisan Perang Dunia ke II," kemukanya, Rabu (29/1).
Akan tetapi, selain itu juga nampaknya ada yang menghendaki ekonomi dunia tetap melemah. Salamuddin Daeng menilai hal ini dikarenakan selama satu dekade terakhir sejak krisis AS 2008 ekonomi dunia ditopang pertumbuhannya oleh China.
"Nah, kebetulan dalam 3 tahun terakhir ekonomi China melemah. Sekarang, ditambah lagi serangan virus corona maka akan melemah lagi," ungkap Daeng.
Di satu sisi, harga minyak dan komoditas ikut melemah akibat pukulan ini. Padahal kemarin sempat menguat akibat memanasnya hubungan Iran dan AS. "Pelemahan harga minyak dan komoditas sejak serangan virus corona sangat significant," tukasnya.
Imbasnya, tak dapat dipungkiri bahwa ia menduga kalau dampak ekonominya bukan kepada China saja. "Memang China akan melemah. Tapi tidak separah negara yang selama ini bergantung pada pasar China, terutama AS dan negara ASIA seperti Indonesia," jelasnya.
Di samping itu, Salamuddin Daeng mengingatkan, "Indonesia akan menerima dampak paling parah. Mengingat volume perdagangan Indonesia dengan China adalah yang paling besar. Sementara, pasar komoditas Indonesia ke China adalah yang paling besar," urainya.
"Ditambah lagi Indonesia menerima pukulan harga komoditas yang jatuh, terutama minyak, batubara dan lain lain," tambah Daeng, yang juga sebagai Peneliti senior Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).
"Ini akan semakin menambah keras pukulan resesi menuju krisis ekonomi Indonesia. Pukulan paling besar akan diterima oleh APBN dan kemudian akan menular ke BUMN bank dan non bank dan swasta. Kalau isue ini terus berlanjut Indonesia tak siap menghadapinya," pungkasnya.(bh/mnd) |