SAMARINDA, Berita HUKUM - Berdirinya Propinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang memisahkan diri dari Propinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang telah diresmikan melalui Keputusan Presiden RI tanggal 25 Oktober 2012 yang merupakan perjuangan panjang dan melelahkan bagi masyarakat di Utara Kaltim agar percepatan pembangunan di kawasan yang perbatasan langsung dengan Malaysia tersebut, kesejahteraan masyarakatnya bisa terwujud.
Menurut seorang pengamat hukum yang juga dosen senior di Samarinda bahwa, berdirinya Propinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang baru saja melalui Keputusan Presiden RI dinilai tidak sejalan dengan amanat Undang-Undang.
Sebut saja Jaidun, Pengamat hukum ketika ditemui BeritaHUKUM.com saat menyambangi Pengadilan Negeri Samarinda Selasa (30/10) siang mengatakan, "berdirinya Kaltara melalui Keputusan Presiden tanggal (25/10) sebenarnya tidak sejalan dengan Undang-Undang nomor 32 tentang pemerintahan daerah," ujar Jaidun.
Menurutnya, jika berdasarkan undang-undang, kalau sudah berdiri suatu pemerintahan daerah atau sudah ada Gubernur, maka sudah harus ada juga aparat eksekutuif dan Legislatif atau DPRD-nya, karena bagaimana dengan fungsi kontrol atau pengawasan terhadap suatu kebijakan, apabila tidak ada eksekutif dan legislatif-nya, sebut Jaidun.
Demikian juga dengan bagaimana mengakomodir suatu tindakan kejahatan lainnya yang juga harus ada Yudikatif-nya, karena akan menjadi sesuatu yang aneh apabila tidak ada masing-masing seperti DPRD-nya tapi ada Pejabat Gubernur, sindir Jaidun.
Juga menurut Jaidun bahwa, logika dalam undang-undang nomor 32, jika UU tersebut digunakan maka akan berbunyi, 'Pemerintah Daerah dan Kepala Daerah, dengan adanya pemekaran dan sudah ada pejabat gubernur, maka secara otomatis wakil rakyat/DPRD yang ada di Propinsi Kaltim yang sekarang harus mengikuti dimana asal daerah pemilihan seperti Kabupaten Bulungan, Nunukan, Tarakan dan Malinau yang sekarang harus mengikuti daerah pemilihannya, demikian juga dengan kebijakan hukumnya', tegas Jaidun.(bhc/gaj) |