JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Kasus suap Pembahasan Percepatan Infrastruktur Daerah (PPID), Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) memasuki babak baru. Kali ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa pengusaha, Haris Surahman yang diduga memberikan suap ke mantan Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Wa Ode Nurhayati (WON).
"Hari ini kami memanggil Haris Surahman sebagai saksi untuk tersangka WON," ujar Kabag Informasi dan Pemberitaan Media Massa KPK, Priharsa Nugraha saat ditemui wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/4).
Menyangkut status saksi yang masih disandang Haris, menjadi tanda tanya bagi tersangka Fahd A Rafiq yang juga seorang pengusaha.
Pasalnya Fahd mengatakan ada keterlibatan Haris Surahman dalam kasus ini. Namun, dia heran mengapa Haris belum ditetapkan sebagai tersangka."Haris sangat dekat dengan saya. Dan saya tidak ada urusannya dengan Wa Ode. Saya kaget ketika Haris belum ditetapkan sebagai tersangka," tutur Fadh kemarin.
Seperti diketahui, Wa Ode disangka menerima suap sebesar Rp6,9 miliar dari Haris Surahman. Uang itu disebut milik Fadh yang diberikan Haris kepada Wa Ode melalui stafnya, Sefa Yolanda.
Pemberian itu diduga agar Fadh dan Haris mendapatkan proyek di tiga kabupaten di Aceh, yaitu Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah, serta Kabupaten Minahasa di Sulawesi Utara sebesar Rp40 miliar.
Nazaruddin Pun Ikut Bicara Kasus PPID.
Sementara itu, Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat (PD), Mantan Anggota Dewan Muhammad Nazaruddin juga turut bicara persoalan kasus suap ini.
Menurut Terdakwa kasus suap wisma atlet SEA Games XXVI ini ada uang yang berasal dari alokasi dana PPID dari APBN tahun 2011 masuk ke kantong P Demokrat.
Khususnya untuk alokasi ke Provinsi NAD, yang saat ini tengah disidik KPK. "Kasus Wa Ode Nurhayati bukan dirinya saja yang dapat," ujar Nazaruddin usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/4/2012) malam.
Nazaruddin menjelaskan, bahwa partainya mendapat komisi dari alokasi itu yang diterima oleh mantan Pimpinan Fraksi Demokrat Jafar Hafsah melalui staf ahlinya dari staf Bupati Sumatera Utara (Sumut), Totar D M Purba.
"Di Demokrat yang memegang uang Jafar, Staf ahlinya mengambil uang dari staf Bupati di Sumut terbukti dengan adanya kuitansi. Uang Ini adalah anggaran belanja daerah yang diputuskan pada APBN tahun 2011," ujar nazar.
Dengan menunjukkan kuitansi, dirinya menegaskan bahwa staf ahli mantan pimpinan fraksi menerima uang sebesar Rp1,750 miliar dari kepala daerah tersebut pada tanggal 7 November 2010 di Jakarta.
"Yang penting saya akan laporkan tentang permainan yang dilakukan oleh Fraksi Demokrat, uangnya ke mana. Semua akan saya jelaskan secara detail," jelasnya. (dbs/riz)
|