JAKARTA, Berita HUKUM - Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) membutuhkan lembaga penyelesaian sengketa untuk menjamin keadilan penyelesaian sengketa. Ketua Perbanas, Sigit Pramono bilang, kehadiran lembaga penyelesaian sengketa tersebut akan memberi keadilan yang akan berlaku tidak hanya untuk konsumen tapi juga bagi industri perbankan sendiri.
Karena itu, Perbanas mengapresiasi berdirinya Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI). Kehadiran LAPSPI menurut Sigit, akan memberi keadilan tidak hanya untuk konsumen tapi juga bagi industri perbankan.
Sebab, selama ini menurutnya bank cenderung memberi ganti rugi pada nasabah yang bersengketa dengan pihak bank karena takut citra bank tercoreng. "Terkadang ketika ada kasus sengketa perbankan, yang disalahkan adalah lembaga keuangan atau bank. Ini tidak adil. Hanya karena ketakutan dimuat di media massa, maka kemudian industri perbankan atau lembaga keuangan memberi ganti rugi. Padahal pihak bank belum tentu salah. Tapi karena takut reputasi turun, lembaga keuangan cenderung membayar ganti rugi," kata Sigit di Jakarta, Selasa (28/4).
Oleh karena itu, kata Sigit, kehadiran lembaga penyelesaian sengketa yang independen diperlukan untuk memberikan penyelesaian yang adil bagi bank maupun nasabah. Kehadiran Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) untuk perbankan juga merupakan kemajuan karena sesuai dengan praktik umum di luar negeri dimana penyelesaian sengketa dilakukan oleh lembaga tersendiri, bukan regulator.
"Sebelumnya sudah ada, tapi merupakan unit di BI kemudian dilanjutkan OJK. Dalam best international practises yang melakukan seharusnya lembaga bukan regulator," ucapnya.
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) didirikan atas kesepakatan bersama 6 (enam) asosiasi di sektor perbankan, yaitu Perbanas, Asbanda, Himbara, Perbarindo, Asbisindo dan Perbina. "Ini merupakan suatu langkah maju. Saya rasa ini cara penyelesaian yang bermartabat, karena untuk permasalahan uang Rp 500.000 atau Rp 5 juta tidak perlu berlama-lama bersengketa di pengadilan," jelas Sigit.
Sementara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong penyatuan tujuh lembaga alternatif penyelesaian sengketa (LAPS) industri jasa keuangan. Anggota Dewan Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Kusumaningtuti S. Soetiono menuturkan, setidaknya dalam lima tahun ke depan pasca efektifnya tujuh LAPS pada 2016, otoritas lembaga jasa keuangan mendorong penyatuan tujuh LAPS industri jasa keuangan, sesuai dengan praktik yang terjadi di negara-negara maju.
Rencana penyatuan tujuh LAPS menjadi satu LAPS untuk industri jasa keuangan tersebut, telah tertuang dalam sebuah road map. "Negara-negara lain juga menempuh jalan seperti ini, misalnya Australia, Singapura dan Malaysia," ucap Kusumaningtuti di Jakarta, Selasa (28/4).
Ia menjelaskan, layanan LAPS yang ada saat ini meliputi penyelesaian sengketa melalui mekanisme mediasi, ajudikasi dan arbitrase. Badan hukum LAPS tersebut independen dan terpisah dari OJK. Dasar hukum pembentukan LAPS adalah POJK No. 1/POJK.07 Tahun 2014.
Lebih lanjut ia menambahkan, meski telah hadir LAPS, OJK juga tetap melakukan proses penyelesaian sengketa hingga tahap pra mediasi. Kusumaningtuti mengungkapkan, proses mediasi di LAPS berupaya mencari win win solution antara konsumen dan pelaku jasa keuangan.
Sementara itu, proses ajudikasi mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tentang Ajudikasi. Sedangkan proses arbitrase berpegang pada UU Arbitrase.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Industri Keuangan Nonbank, Firdaus Djaelani mengatakan, keputusan penyelesaian sengketa di LAPS hanya mengikat bagi pelaku jasa keuangan. Namun tidak mengikat bagi konsumen lembaga jasa keuangan.
Sehingga jika konsumen kalah dalam proses peradilan di LAPS dan merasa kurang puas dengan keputusan LAPS maka dia bisa melanjutkan ke pengadilan. LAPS juga dikhususkan bagi penyelesaian sengketa individu dengan nilai nominal sengketa yang tidak besar.
Penyelesaian sengketa melalui LAPS juga tidak dipungut biaya, prosesnya murah, efisien dan cepat dibandingkan dengan di pengadilan. "LAPS khusus untuk penyelesaian sengketa individu dengan nilai yang tak terlalu besar," jelas Firdaus.(dea/kontan.co.id/bh/sya) |