Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
LAF
Perdamaian di Aceh Tanpa Keadilan
Monday 20 Jan 2014 08:01:44
 

Ketua Pusat Acheh Future, Razali Yusuf (kanan).(Foto: BH/sul)
 
Oleh: Razali Yusuf
Ketua Pusat Lembaga Acheh Future

KONFLIK dan KEKERASAN merupakan dua hal yang berbeda, jika "konflik" diartikan sebagai "hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki, sasaran-sasaran atau tujuan yang tidak sejalan". Sementara itu, "kekerasan" meliputi "tindakan, perkataan, sikap, berbagai struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, dan/atau menghalangi seseorang untuk meraih posisinya secara penuh", atau, " sebagai "perilaku yang melibatkan kekuatan fisik, bertujuan untuk melukai, merusak, atau membunuh sesuatu atau seseorang". Dalam tulisan ini, "konflik kekerasan" dimaksud sebagai konflik komunal yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur ekonomi, sosial, dan politik, serta menimbulkan jatuhnya korban jiwa.

Konflik Aceh yang disertai dengan berbagai bentuk kekerasan telah melahirkan berbagai kerusakan, baik kerusakan sosial, ekonomi, infrastruktur, tatanan politik, mental, lingkungan dan lainnya. Konflik yang di dasari pada ideologi ingin memerdekakan bangsa dengan ideologi yang bisa dikatakan cukup kuat dan berdampak pada pengorbanan yang tak terhingga, dan keikhlasan menyerahkan apa yang ada secara total telah membuat pertahanan konflik vertikal ini mampu bertahan kurang lebih tiga puluh tahun dengan cara dan tensi yang beragam dan pasang surut. Di sadari atau tidak, konflik Aceh terjadi didasarkan pada pengkianatan dan keadilan, dan secara dengan jelas dan terang benderang menjelaskan itu secara cukup dominan.

Namun seiring berjalannya waktu, konflik ini dari hari ke hari semakin menemukan dampak kerusakan yang kian akut, denyut nadi kehidupan Aceh dari waktu ke waktu semakin berdetak pelan. Hingga keinginan dan kerinduan akan perdamaian semakin menguat, namun tetap dengan persyaratan keadilan terhadap bangsa Aceh jangan sampai dinafikan apalagi dikiananti oleh Pemerintah NKRI, yang hal ini terus di upayakan dalam serangkaian usaha diplomasi dan perundingan oleh elit GAM, baik yang ada didalam negeri mau pun di luar negeri. Hingga punjaknya terjadilah tregedi yang memilukan, bencana gempa dan Tsunami melanda Aceh pada hari minggu tanggal 26 Desember 2004. Tanpa diarahkan mata dunia terbelalak dan terfokus ke daerah yang di kenal dengan Serambi Mekkah ini, dan peristiwa maha dasyat ini menjadi alasan kuat dilakukannya percepatan perdamaian antara RI dan GAM, dan pada 15 Agustus 2005 kesepakatan damai di toreh dan disambut dengan sujud syukur dan doa yang membahana di setiap sudut negeri Serambi Mekkah ini.

Pasca perdamaian kerusakan demi kerusakan disemua sektor secara perlahan-lahan di rehabilitasi dan direkontruksi secara bersama oleh hampir semua stakeholder, khususnya dibentuk BRR dan BRA bagi korban tsunami dan konflik Aceh. Namun faktanya, rehabilitasi dan rekontruksi memang sekilas terlihat berhasil, namun sepertinya hanya menyentuh sisi kulit dan luarnya saja. Sudah delapan tahun usia perdamaian Aceh, para elit konflik kini telah menjadi elit mayoritas di pucuk Pemerintahan Aceh, Kabupaten/Kota dan parlemen baik DPRK mau pun DPRA, namun upaya reparasi dan rehabilitasi mantan kombatan dan korban akibat konflik masih banyak sekali yang belum diperhatikan secara layak dan adil, bahkan ada yang nyaris tanpa perhatian. Fakta ini mungkin sulit dipercaya, namun begitulah adanya yang kami temukan.

Perdamaian tanpa keadilan adalah kerusakan yang akan melahirkan konflik baru, kami Lembaga Acheh Future sebagai sebuah lembaga yang dibangun oleh orang-orang terpilih dan memiliki jaringan hingga ke daerah sudah sejak lama memfokuskan diri dalam upaya menanganan korban konflik Aceh, dan memberikan ruang sebagai lembaga pos pengaduan kepada siapa pun yang belum pernah menikmati keadilan dalam perdamaian, hingga akhirnya kami menemukan ribuan pengaduan anak-anak yatim, janda, para orang tua dan orang-orang cacat akibat konflik yang nyaris luput dari perhatian pemimpin mereka, pemimpin yang dimasa konflik selalu mereka dukung dan lindungi.

Data dan fakta ini telah berkali-kali kami sampaikan kepada pemangku kepentingan di Aceh, khususnya pada lembaga yang dibentuk dan diberikan dana khusus untuk menangani hal tersebut, namun nyatanya apa yang kami usahakan dan kami sampaikan seoalah-olah hanya nyanyian pengantar tidur mereka. Bahkan ada sebagian elit yang tak percaya jika fakta ini masih ada di hampir setiap pelosok desa di Aceh.

Pengalaman mengadvokasi, mendampingi serta memperjuangkan hak-hak korban yang kami sampaikan diatas hanyalah penggalan kisah nyata yang sanggub kami pertanggungjawabkan kebenarannya, ini adalah aib dan potensi yang dapat merusak dan menjatuhkan kewibaan perdamaian Aceh. Ketika dulu masyarakat Aceh lapar, tertekan dan menderita, itu mungkin wajar karna memang konflik akan melahirkan berbagai ketidaknyamanan, namun jika dimasa damai ini masih banyak masyarkat yang lapar dan kesulitan mengakses dan memenuhi hak-hak dasar kehidupannya padahal kucuran dana melimpah dan semua faktor pendukung memungkinkan untuk itu, ini pantas menjadi tanda tanya besar dan pantas untuk segera diperhatikan serta ditangani secara sungguh-sungguh oleh pemimpin negeri ini, atau jika tidak hal ini akan memancing dan menjadi pemantik konflik baru di Aceh.

Sebab daerah yang normal namun baru keluar dari konflik tidak sama dengan daerah yang normal namun tidak pernah dilanda konflik. Pesan kami, jangan sampai adalagi gerakan-gerakan dan benturan-benturan konflik yang didasarkan pada alasan ketidakadilan dan pengkianatan di negeri Syariah Islam ini, sebab bagi kami rakyat ”Tidak ada artinya damai dalam ketidakadilan dan kebebasan dari kemiskinan dan kebodohan”. Redam ancaman konflik jauh lebih baik dan murah ketimbang harus membayar bencananya ketika ia datang.(bhc/sul)



 
   Berita Terkait > LAF
 
  Perdamaian di Aceh Tanpa Keadilan
  Acheh Future Dukung Program Bantuan Rumah Untuk Mantan Kombatan GAM
  Lembaga Acheh Future Mendesak Pemerintah Memperhatikan Nasib Anak Aceh
  LAF Mendesak Pemerintah Aceh Bangun Rumah Masyarakat Miskin
  LAF dan RASSA Desak Pemerintah Masukkan Hasil Muzaqarah Ulama Dalam Qanun
 
ads1

  Berita Utama
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

 

ads2

  Berita Terkini
 
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2