PALU (BeritaHUKUM.com) � Perkebunan sawit di Indonesia menyebabkan degradasi lingkungan. Setiap tahun ada 260 ribu hektar hutan yang dikonversi menjadi perkebunan sawit. Sedangkan khusus untuk lahan gambut, setiap tahunnya ada 100 ribu hektar yang dijadikan perkebunan sawit.
Menurut data terbaru Sawit Watch, Indonesia memiliki lahan gambut terluas kedua di dunia, yakni 7,3 hingga 9,7 juta hektare. Sementara jika dibandingkan dengan produktivitasnya, sangat berbanding terbalik. Dengan luasan lahan sekitar 9,4 juta hektar di seluruh Indonesia, prodiktivitasnya hanya sebesar 21,3 juta pon Crude Palm Oil (CPO) per tahun.
Jika dilihat sumbangsi perkebunan sawit ke Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), hanya sebesar 9,12 miliar dolar AS atau hanya 10 persen dari total APBN 2010. .�Intinya, sawit itu cenderung merusak lingkungan. Kita ketinggalan jauh dari Malaysia, mereka punya luas perkebunannya hanya 4,9 juta hektar, tapi produktivitasnya mencapai 17,8 ton CPO per tahun,� kata Kepala Divisi Kampanye Sawit Watch, Jefri Gideon Saragih, seperti dikutip Berita Palu, Selasa (20/12).
Mestinya, imbuh Jefri, satu orang pekerja di perkebunan menangani 0,7 hektar per hari. Namun kenyataannya, rata-rata di Indonesia satu orang bisa mengerjakan hingga 4,5 hektar per hari. Selain itu, sawit adalah tumbuhan yang sangat membutuhkan air paling banyak.
Meski masih diperdebatkan, kata dia riset yang dilakukan di Sumatera Selatan (Sumsel) tahun lalu menyebutkan, bahwa untuk satu pohon sawit membutuhkan 8-10 liter air per hari. Rata-rata keberadaan perkebunan sawit selalu di area tangkapan air atau water catchment area. Akibatnya, terjadi penggundulan hutan di beberapa daerah untuk perkebunan sawit. Dan wilayah perkebunan mengancam kekeringan di sungai-sungai, dan jika musim hujan tiba, ancaman banjir selalu mengintai.
Untuk beberapa daerah yang mempunyai perkebunan sawit skala besar, juga terjadi konflik lahan. Seringkali wilayah ulayat menjadi sasaran bagi perkebunan. Dari catatan yang ada, setiap tahunnya ada 100 ribu hektar tanah yang dirampas. �Tahun lalu, warga yang ditangkap karena sengketa lahan sebanyak 202 orang, dua di antaranya ditembak dan meninggal. Ini kasus di Sumsel, belum di daerah lain,� tandas Jefri.(wmr)
|