MEDAN, Berita HUKUM - Perseteruan kembali terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia mengenai arogansi penyidik POLRI yang telah melakukan pengepungan kantor KPK pada malam hari dengan alasan yang tidak masuk akal dan dibuat oleh Kepolsian.
Pengepungan itu dilakukan karena menurut kepolisian bahwa, salah satu penyidik KPK dari Polri yaitu Kompol Novel Baswedan diduga telah melanggar pasal 351 dan 352 KUHP. Berdasarkan atas tuduhan itu, penyidik POLRI berdalih hendak menangkap dan melakukan penggeledahan terhadap Novel. Padahal kita ketahui bersama, KPK saat ini sedang menangani kasus korupsi Simulator SIM di Mabes Polri yang salah satu Tersangkanya adalah Perwira Tinggi Polri Irjen Djoko Susilo, dan Novel Baswedan adalah yang menyidik kasus korupsi tersebut dan ikut menggeledah Markas Korps Lalu Lintas Polri.
Penangkapan yang dilakukan Mabes Polri terhadap Novel Baswedan terkait dengan persoalan 8 Tahun yang silam, dimana pada waktu itu Novel Baswedan sebagai Kasatserse Polresta Bengkulu dan salah satu anggotanya melakukan pelanggaran hukum yang menyebabkan salah seorang tersangka kasus pencurian burung walet meninggal.
Terhadap kasus ini sendiri Novel Baswedan selaku atasan telah mengambil alih pertanggungjawaban atas tindakan penganiayaan oleh anggotanya tersebut, dan atas tindakan mengambil alih kesalahan tersebut oleh Majelis Kehormatan Polisi Novel Baswedan mendapatkan hukuman teguran keras, tidak ada pemidanaan terhadap Novel Baswedan. Jadi dalam kasus itu sendiri Novel Baswedan hanya dijatuhi sanksi administratif dari Majelis Kehormatan Kepolsian Polda Bengkulu.
LBH Medan beranggapan, munculnya tindakan upaya penangkapan terhadap Novel Baswedan ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap anggota KPK dan bermotif pembalasan POLRI yang disebabkan, karena KPK telah melakukan penggeledahan di Markas Korps Lalu Lintas Polri tanpa ada koordinasi dengan pimpinan tertinggi POLRI. Kenapa POLRI baru bertindak sekarang ini terhadap Novel Baswedan atas kasusnya yang sudah dinyatakan selesai 8 Tahun lalu, ketika KPK saat ini lagi konsentrasi menangani kasus Simulator SIM yang melibatkan Petinggi POLRI?.
LBH Medan menduga adanya nuansa politik tingkat tinggi yang dimainkan Penguasa Negeri ini untuk menghancurkan KPK dan POLRI dengan cara membenturkan POLRI dan KPK, agar kasus korupsi yang melibatkan orang-orang dekat para penguasa negeri ini sedang diperiksa dan ditangani KPK bisa “diamankan” tanpa melalui prosedur hukum yang resmi.
LBH Medan juga menduga keras adanya konspirasi politik dari para petinggi negara ini yang ingin melanggengkan dan memuluskan proses pembentukan UU KAMNAS yang saat ini masih dalam perdebatan di tingkatan legilslatif, dikarenakan RUU KAMNAS ini merupakan reinkarnasi metode pembunuhan demokratisasi pada zaman orde baru yang tentu melanggar prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia.
Setelah ditela'ah, ternyata dalam RUU ini tugas dan kewenangan POLRI menjaga ketertiban dan keamanan dalam negeri akan hilang secara perlahan-lahan (pasif) dan selanjutnya akan diambil alih oleh militer karena mereka menurut RUU tersebut juga memiliki kewenangan untuk mengamankan dan menertibkan kondisi dalam negeri, bukan untuk pertahanan negara saja.
Apabila RUU KAMNAS ini disetujui, maka sudah pasti UU Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 akan direvisi dan disesuaikan berdasarkan usulan dari pemerintah.
Untuk itu, LBH Medan yang konsen terhadap proses penegakkan hukum dan demokratisasi di Indonesia menyesali sikap dan tindakan penyidik POLRI melakukan pengepungan dan penggeledahan kantor KPK. Ini terkesan seakan-akan POLRI tidak berpihak dan komitmen dalam pemberantasan korupsi khususnya terhadap kasus korupsi Simulator SIM. Demikian release pers ini disampaikan, atas kerjasama dari rekan-rekan media kami ucapkan terima kasih.(bhc/fiq) |