JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sikap pro dan kontra atas posisi Anas Urbaningrun untuk segera nonaktif sebagai ketua umum, justru memicu perseteruan di dalam tubuh Partai Demokrat. Pihak internal yang mendesak Anas mundur sementara, dianggap berdampak buruk bagi soliditas partai tersebut.
“Pendapat pribadi itu jangan digeneralisir. Pendapat pribadi itu akan lebih elok kalau disampaikan langsung kepada Anas Urbaningrum, bukan kepada media,” kata anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman kepada wartawan di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (2/2). Pernyataan ini menanggapi sikap Ruhut Sitompul yang mendesak Anas Urbaningrum nonaktif dari posisinya itu.
Menurut Hayono, pernyataan pribadi dari seorang Ruhut Sitompul itu, tanpa dasar dan dikhawatirkan bisa berdampak pada keharmonisan kader Partai Demokrat. "Pernyataan pribadi itu jangan disampaikan ke media, karena keutuhan partai akan tercederai. Justru sekarang ini harus menjaga keutuhan partai. Itu yang utama saat ini,” jelas mantan politisi Partai Golkar itu.
Hayono mengakui, saat kondisi Partai Demokrat dalam masa sulit. Pasalnya Muhammad Nazaruddin selalu menyebut nama Anas dan Demokrat. "Ini masalah sulit bagi partai, karena citranya tergerus oleh Nazaruddin yang mengaitkan kasusnya itu dengan ketum Demokrat. Untuk itu, kami ingin kader partai, termasuk sahabat saya Ruhut Sitompul menyampaikan pendapat pribadinya itu langsung kepada Anas,” imbuhnya.
Senada dnegan Hayono, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua juga menilai pernyataan Ruhut Sitompul yang meminta Anas Urbaningrum nonaktif dari jabatan ketua umum sebagai pendapat pribadi. "Anas sudah berkata ini demokrasi itu pasti ada letupan. Pernyataan Ruhut itu, kami anggap seruan hati rasa memiliki Partai Demokrat," ujarnya.
Namun, lanjut dia, pada prinsipnya Partai Demokrat menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang saat ini sedang bergulir. Jika status hukum Anas sudah jelas dalam kasus wisma atlet, hal itu akan menjadi acuan partai dalam memberikan keputusan yang berkaitan dengan kepercayaan dan citra Partai Demokrat.
"Kalau nonaktif itu tergantung pada yang bersangkutan, tergantung Anas sendiri bagaimana dia bersikap, apa dia tetap menunggu proses hukum. Tidak ada orang yang bisa memaksakan Anas nonaktif atau Anas bertahan. Kalau ada yang membela Anas itu haknya, meminta Anas nonantif itu juga hak mereka. Sekarang ini kan zamannya demokrasi," jelas mantan wartawan tersebut.
Seperti diberitakan, Ketua DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul tidak mau menutup-nutupi gesekan dalam partainya itu. Ia secara terang-terangan menyatakan keinginannya, agar Anas Urbaningrum untuk nonaktif dari posisi ketua umum. Ia mengklaim sebagai kelompok yang sudah lama membangun partai bersama SBY, tidak ingin partai ini jatuh karena nila setitik.
Dirinya pun menginginkan Anas nonaktifan, agar bisa konsentrasi menghadapi proses hukum sejumlah kasus dugaan korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anas juga dimintanya jangan diam saja atas segala tudingan-tudingan dari mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Sikap Anas yang diam itu, dianggap publik sebagai sikap mengakui tudingan itu.
Meski KPK belum memperjelas status hukum Anas atas segala tudingan itu, survei atau jajak pendapat yang memperlihatkan kepercayaan publik merosok terhadap Partai Demokrat merupakan sanksi sosial dari masyarakat. Hal ini berdampak pada kelangsungan partai yang terus tergerus kepercayaannnya dari masyarakat akibat pemberitaaan kasus tersebut dan tudingan-tudingan Nazaruddin.
Sebelumnya, anggota Dewan Pembina (Wanbin) Partai Demokrat Adjeng Ratna Sumirat menyatakan bahwa mayoritas anggota Wanbin menginginkan kongres luar biasa (KLB) untuk melengserkan Anas Urbaningrum dari kursi ketua umum. Desakan ini muncul akibat santer pemberitaan Anas Urbaningrum yang diduga terlibat kasus suap dalam proyek wisma atlet SEA Games XXVI/2011 dan proyek pembangunan stadion terpadu Hambalang.(dbs/rob)
|