JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Polri telah mengidentifikasi 10 nama sebagai orang yang memprovokasi massa membakar kantor Bupati dan kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun, untuk keperluan penyidikan, kepolisian belum menyebutkan identitas mereka.
“Kami telah mengidentifikasi sepuluh orang sebagai provokator kerusuhan Bima yang terjadi (Kamis, 26/1) kemarin. Tapi Saat ini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka," kata Kabag Penerangan Umum (Penum) Divhumas Polri, Kombes Pol. Boy Rafli Amar kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (27/1).
Menurut Boy, pihaknya mencurigai mereka sebagai provokator di antaranya dari sebuah elemen organisasi dalam bentrok yang terjadi di Pelabuhan Sape, Bima pada Sabtu (24/12) lalu. Mereka diduga melakukan provokasi massa untuk melakukan aksi anarkis tersebut.
"Peristiwa ini sebagai gambaran bisa terjadi, karena adanya provokasi. Jika berunjuk rasa dengan baik, pastinya takkan mungkin ada masalah seperti itu. Mereka juga tidak memberitahu pada pihak kepolisian dalam melakukan unjuk rasa tersebut,” ungkap dia.
Namun, lanjut Boy, situasi di Bima sudah terkendali dan kondusif. Sementara ruang kerja Bupati dan Sekretariat Kabupaten Bima dipindahkan ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Lembaga Latihan Kerja Jatiwangi. Tapi pelayanan belum dapat dilakukan maksimal, karena terbatasnya fasilitas yang ada.
Pada bagian lain, Polri menyampaikan Himbauannya kepada para tahanan yang dibebaskan paksa oleh pengunjuk rasa untuk menyerahkan diri kepada Polisi. "Kami menghimbau para tahanan untuk segera menyerahkan diri kepada pihak kepolisian,” kata Boy.
Kepolisian setempat, lanjut dia, sudah memegang data nama-nama tahanan yang lari atau dibawa lari dari Rutan di Bima. Jika para tahanan tersebut tidak menyerahkan diri, akan merugikan dirinya serta masyarakat. "Pembebasan paksa mereka, bisa (direncanakan), bisa juga spontan diprovokasi," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo memerintahkan jajarannya untuk melakukan pengusutan serta menindak tegas sejumlah pihak yang melanggar hukum terhadap aksi anarkis di Bima. Aparat keamanan pun diminta untuk siaga mengamankan setiap aksi unjuk rasa yang dikhawatirkan akan ada susulan.
Sementara itu, Kabid Humas Polda NTB AKBP Sukarman Hussein menyatakan bahwa pihaknya kesulitan mengendalikan kemarahan massa, karena jumlah massa pengunjuk rasa diluar dugaan. Aparat kepolisian di Bima akan terus berupaya menenangkan kemarahan massa, agar tidak melakukan aksi susulan pengerusakan gedung milik pemerintah yang lain.
Sukarman juga meminta agar Bupati Bima segera mencabut SK pemberian ijin eksplorasi tambang emas itu, agar situasi keamanan dapat dikendalikan. Jika tidak segera dilakukan, dikhhawatirkan aksi serupa akan terjadi kembali. Sikap bijak Bupati Ferru Zulkarnaen diperlukan dalam merespon tuntutan masyarakat, karena tuntutan itu sudah harga mati.
Seperti diketahui, puluhan ribu warga yang berunjuk rasa di kantor bupati Bima terkait penanganan insiden di Pelabuhan Sape. Aksi yang bermula menuntut pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) bernomor 188/45/357/004/2010 yang terbitkan Bupati Bima Ferry Zulkarnaen. IUP itu seluas 24.980 hektare yang mencakup wilayah Kecamatan Lambu, Sape, dan Langgudu.
Sebelumnya, mereka memberikan batas waktu kepada Bupati untuk mencabutnya Rabu (25/1) kemarin. Namun, hingga lewat tenggat tersebut, Bupati Ferry juga tak mau mencabutnya. Mereka pun mendatangi kantor Bupati dan membakarnya berikut kendaraan yang berada dalam kompleks perkantoran itu. Mereka juga membakar kantor KPUD Bima.
Selain itu, mereka juga mendatangi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Bima dan menuntut pembebasan 56 warga Lambu dan Sape yang dulu berunjuk rasa di Pelabuhan Sape dan saat ini ditahan aparat kepolisian untuk diproses hukum. Pihak lapas tidak berdaya dan menuruti tuntutan ribuan pengunjuk rasa tersebut dengan membebaskan para tahanana itu.(dbs/bie/wmr)
|