Kekerasan Terhadap Wartawan Polisi Usir dan Intimidasi Wartawan Saat Liput Kericuhan Demo 2019-09-26 07:41:18
Polisi Keroyok Demonstran di JCC, Korban Lemas tapi Terus Diinjak.(Foto: Istimewa)
JAKARTA, Berita HUKUM - Aparat kepolisian lakukan intimidasi terhadap wartawan yang sedang meliput kericuhan di bawah kolong Fly Over Slipi pada Kamis (26/9) pukul 03.00 WIB. Aparat menghapus foto dari ponsel wartawan lalu mengsir wartawan dari lokasi kericuhan.
Terdapat dua orang wartawan yang diimintidasi. Yakni, wartawan Harian Kompas, Insan Al Fajri dan wartawan Republika. Intimidasi dilakukan oleh dua orang aparat.
"Kalian ngapain di sini, sini handphone kalian diperiksa dulu," kata salah seorang petugas kepolisian kepada wartawan.
Mendapati permintaan polisi demikian, Fajri menolak. "Saya wartawan, Pak. Kami liputan di sini," jawab Fajri. Namun dua petugas itu bergeming. "Tidak usah dijelaskan, saya tahu itu. Handphone kalian diperiksa dulu," balasnya.
Kedua ponsel wartawan pun diperiksa. Petugas mengecek album foto dan akun Instagram wartawan. "Sudah. Kalian sekarang pergi dari sini," bentak petugas kepolisian.
Seusai kejadian, Fajri mengaku sejumlah foto dan video di ponselnya dihapus polisi. "Padahal itu bukan foto penangkapan oleh polisi," kata Fajri.
Sedikit beruntung, foto maupun video di ponsel wartawan Republika tidak ikut dihapus. Tapi aparat juga mengecek akun Instagram wartawan.
Kericuhan di bawah kolong Fly Over Slipi berlangsung dari Rabu (25/9) hingga Kamis (26/9) subuh. Aparat kepolisian berjibaku menghadapi massa. Puluhan orang berhasil ditangkap aparat.
Sementara, aksi pengeroyokan polisi terhadap seorang pria yang jatuh tersungkur di samping Jakarta Convention Center (JCC), Selasa (24/9) terekam kamera jurnalis Kompas.com.
Namun, dalam melaksanakan kerja jurnalistiknya, jurnalis Kompas.com justru diintimidasi. Peristiwa bermula saat jurnalis kami yang ada di dalam gedung JCC melihat aparat kepolisian tengah membawa seorang pria dengan usia di atas 30 tahun.
Pria itu mengenakan kaos dan celana panjang. Tubuhnya sudah lunglai dan dipapah secara kasar oleh polisi. Jurnalis Kompas.com merekam momen ini dari balik dinding kaca JCC.
Tiba-tiba ada seorang pejabat polisi yang meminta untuk berhenti merekam. Jurnalis kami pun sudah menjelaskan soal profesinya sebagai jurnalis sehingga berhak mengabadikan peristiwa tersebut.
Polisi itu tak peduli dan marah. Kompas.com kembali menimpali bahwa profesi jurnalis dilindungi oleh UU Pers. Namun, polisi itu tetap memaksa agar videp untuk dihapus.
Permintaan itu ditolak. Jurnalis kami langsung berjalan ke arah pintu kaca JCC. Di sana, tampak ada seorang pria lagi yang dipapah polisi. Tubuhnya terlihat basah.
Tak lama, tiba-tiba di belakangnya, ada belasan anggota polisi yang menyeret seorang pria yang tidak mengenakan pakaian. Dia digebuki, ditendang, hingga diinjak.
Pria itu sempat berteriak, "ampun bang!". Namun, polisi sudah terlanjur murka. Upaya beberapa anggota polisi berusaha menahan rekan-rekannya yang sedang emosi itu pun tak berbuah hasil. Tendangan, pukulan, serta injaka terus dilakukan hingga wajah pria itu berlumuran darah. Jurnalis kami spontan meneriaki polisi yang mulai beringas dan meminta mereka untuk berhenti. Pria yang dipukuli polisi tadi terlihat tak lagi bergerak.
Teriakan ini langsung membuat polisi yang mengeroyok pria tadi sadar. Mereka memelototi jurnalis Kompas.com. Salah seorang komandannya meminta agar video itu dihapus. Ponsel yang digunakan untuk merekam video pun berusaha dirampas polisi.
Namun, upaya mereka tak membuahkan hasil karena ponsel itu langsung diselipkan ke dalam pakaian dalam. "Tas saya ditarik, tangan saya ditarik, mereka nyaris menyerang sampai akhirnya komandannya itu melindungi saya dan membawa saya ke dalam JCC," tutur rekan kami itu.
Polisi yang menyelamatkan jurnalis kami itu menjelaskan bahwa pasukan Brimob sedang mengamuk. Jurnalis diminta mengerti kondisi polisi saat itu.
"Saya terus dipegangi dan disuruh duduk. Ada dua polisi yang kemudian bertanya-tanya ke saya. Saya tunjukkan ID dan nama lengkap," ceritanya.
Setelah beberapa lama, jurnalis kami akhirnya diperkenankan untuk pulang. Tak ada luka fisik yang dialami jurnalis kami.
Namun, intimidasi yang dilakukan polisi jelas menyalahi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam pasal 4 ayat 3, disebutkan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memeroleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Bagi yang melanggar hak pers itu, maka aturan pidananya sudah diatur dalam pasal 18. Pasal itu berbunyi, "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)".
Terkait peristiwa intimidasi ini, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono belum menerima informasi pasti.
Namun, jika ada yang merasa dianiaya korban bisa melapor ke polisi. "Kalau memang ada yang merasa ada yang dianiaya silakan laporkan ya," ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, Rabu (25/9).
PT. Zafa Mediatama Indonesia Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359 info@beritahukum.com