JAKARTA-Tim Penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mendatangi gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Senin (25/7). Hal ini dilakukan untuk keperluan rekonstruksi kasus dugaan pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK). Dari langkah ini diharapkan dapat mengetahui orang-orang yang hadir, saat KPU menggelar rapat pleno membuat keputusan dengan menggunakan surat palsu MK tersebut.
Sekitar lima anggota tim Inafis (Indonesian Automatic Fingerprint Identification System) Polri tiba di kantor KPU pukul 09.15 WIB, dengan kendaraan khusus. Mereka langsung naik ke lantai II KPU dengan membawa sejumlah peralatannya. Beberapa menit kemudian, kepala keamanan kantor KPU Endar Suyanto dan staf KPU Suyadi ke luar dan mengusir para fotografer dan kameramen dari lantai II kantor KPU.
Pengusiran pihak KPU tersebut tak diterima awak media. Bahkan, sempat terjadi adu mulut dengan kedua orang KPU tersebut. Namun, setelah diberi pengertian bahwa pemeriksaan ini bagian dari proses penyidikan yang tertutup untuk umum, akhirnya wartawan mengalah. "Silakan tunggu di luar. Nanti kalau ada perkembangan pasti kami kabari," ujar staf KPU Suyadi.
Sebelumnya, Direktur I Tipidum Bareskrim Polri, Brgijen Pol. Agung Sabar Santoso mengatakan, tim penyidik perlu melakukan rekonstruksi kasus pemalsuan tersebut. Sebab, saksi-saksi yang dilibatkan dalam proses rekonstruksi tersebut adalah orang-orang yang hadir saat KPU menggelar rapat pleno membuat keputusan dengan menggunakan surat palsu MK pada 2 September 2009.
Surat palsu MK yang dimaksud, adalah Surat MK Nomor 112/MK.PAN/VIII/2009 tentang penjelasan. Proses rekonstruksi ini dilakukan guna mencocokkan antara keterangan saksi yang telah diperiksa Bareskrim dengan kejadian yang sesungguhnya, saat rapat pleno berlangsung ketika itu.
Tak Perlu Hadir
Dihubungi terpisah, anggota tim penasihat hukum Andi Nurpati, Farhat Abbas mengatakan, kliennya tak perlu dihadirkan. Alasannya, tidak ada peran Andi Nurpati pada peristiwa tersebut. Justru ia malah mempertanyakan pihak penyidik yang tak kunjung memeriksa Dewi Yasin Limpo yang sempat menjadi anggota DPR terkait kasus surat palsu itu. "kami heran, mengapa penyidik Polri tak juga memanggil dan memeriksa Dewie Limpo. Petugas terkesan melindunginya,” jelas Farhat.
Menurut Farhat surat keputusan KPU yang sempat meloloskan Dewie YL sebagai anggota DPR RI tak bisa ditimpakan pada Andi Nurpati. Sebab, KPU mengambil keputusan secara kolektif dengan surat rekomendasi pleno yang ditandatangi Ketua dan Sekjen. Khusus untuk rekonstruksi, menurut dia, yang terpenting adalah menghadirkan tersangka Mashuri Hasan, mantan staf MK beserta dua pihak yang disebut membuat surat palsu tersebut, yakni Zaenal Arifin dan juru ketik Faiz.(rob/ans)
|