Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
Penanganan Konflik Sosial
Polri dan TNI: Tetapkan Keadaan Konflik, Walikota/Bupati Perlu Konsultasi dengan DPR
Thursday 11 Sep 2014 14:29:10
 

Ilustrasi. Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta.(Foto: BH/mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Negara Indonesia (TNI) memberikan keterangan terkait Pengujian Undang-Undang (PUU) Penanganan Konflik Sosial (PKS) yang dimohonkan Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M Choirul Anam, dan Anton Aliabbas. Pada sidang yang digelar Selasa (9/9), kedua pihak tersebut sepakat walikota/bupati perlu konsultasi terlebih dulu dengan DPRD untuk tentukan keadaan konflik.

Sebelumnya, Pemohon menggugat ketentuan Pasal 16 dan Pasal 26 UU PKS. Kedua pasal tersebut dinilai tidak sejalan dengan kaidah penetapan keadaan darurat dan kebablasan dalam mendelegasikan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Kedua pasal tersebut juga dianggap menciptakan ketidakpastian hukum ketika konflik sosial terjadi.

Sigit selaku perwakilan Polri di hadapan pleno hakim yang diketuai Hamdan Zoelva mengatakan kewenangan untuk menentukan keadaan konflik dibedakan sesuai skalanya, yaitu skala kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Pada skala kabupaten/kota, penetapan keadaan konflik dibebankan kepada bupati atau wali kota. Sedangkan pada skala provinsi, gubernurlah yang berwenang menetapkan keadaan konflik. Pada skala nasional, penetapan dibebankan kepada presiden.

Sementara itu Pasal 26 UU PKS yang mengatur bahwa dalam status keadaan konflik skala kabupaten/kota, bupati/wali kota dapat melakukan empat kebijakan. Keempatnya, yaitu melakukan pembatas dan penutupan kawasan konflik untuk sementara waktu, pembatasan orang di luar rumah untuk sementara waktu, penetapan orang di luar kawasan konflik untuk sementara waktu, dan pelarangan orang untuk memasuki kawasan konflik atau keluar dari kawasan konflik untuk sementara waktu. Ketentuan tersebutlah yang menurut Pemohon telah menciptakan adanya ketidakpastian hukum. Menurut Polri meski kebijakan tersebut mengurangi sejumlah pengurangan hak asas warga negara, namun tetap perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada warga negara lainnya.

Penetapan status keadaan konflik oleh walikota/bupati tidak serta-merta dilakukan. Ada proses atau tahapan yang harus dilalui terlebih dulu. Tahapan dimaksud, yaitu tahap pencegahan, penghentian, dan pasca konflik. “Terdapat dua hal yang perlu dicermati apabila bupati atau wali kota akan menetapkan status keadaan konflik, yaitu kinerja Polri dalam meredam situasi penanganan konflik yang sedang dilakukan sebelum status keadaan konflik ditetapkan. Sesuai dengan manajemen operasional kepolisian, Polri memiliki mekanisme penanggulangan dan penindakan yang diterapkan secara berjenjang sesuai eskalasi yang berkembang di daerah konflik,” ujar Sigit.

Selain itu, walikota/bupati juga wajib berkonsultasi ke DPRD dan kapolres/kapolda setempat sebelum menetapkan keadaan konflik. Sebab, sesuai Konstitusi, Polri memang diamanatkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Sementara itu pihak TNI yang diwakili Supriyatna menyatakan TNI sebagai alat negara juga bertanggung jawab terhadap terjadinya konflik sosial. Sesuai ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, TNI memiliki tiga tugas pokok. Ketiganya, yaitu menegakkan kadaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan. Tugas pokok tersebut dilakukan dengan Operasi Militer Untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). TNI melakukan OMSP ketika membantu tugas pemerintah di daerah dan membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam penanganan konflik sosial, TNI juga turut bertugas untuk pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.

Senada dengan Polri, pihak TNI seperti yang disampaikan Supriyatna mengatakan setelah penetapan status keadaan konflik pemerintah daerah dapat meminta bantuan penggunaan kekuatan TNI pada skala provinsi, kabupaten/kota, maupun nasional. Lewat konsultasi dengan DPR dan koordinasi dengan Polri, pimpinan daerah hingga presiden berwenang mengerahkan kekuatan TNI untuk penanganan konflik sosial.

“Dalam keadaan konflik sosial maupun dalam keadaan bahaya, TNI tidak memiliki kapasitas untuk menetapkan status keadaan tersebut. Dalam status keadaan konflik skala kabupaten/kota, bupati, wali kota, dapat meminta bantuan penggunaan kekuatan TNI kepada pemerintah sesuai Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012. Namun, pelaksanaan bantuan TNI tersebut dikoordinasikan oleh Polri sebagaimana diatur oleh Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012,” jelas Supriyatna.

Tanggung jawab penggunaan kekuatan TNI berada pada panglima TNI sesuai bunyi Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Sedangkan kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden sesuai Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Secara yuridis, kewenangan penggunaan maupun pengerahan kekuatan TNI tidak didelegasikan kepada aparat pemerintah di daerah, baik Gubernur, Bupati, atau Wali kota.(Yusti Nurul Agustin/mk/bhc/sya)



 
   Berita Terkait > Penanganan Konflik Sosial
 
  Pemerintah Terbitkan Aturan Penanganan Konflik Sosial
  Polri dan TNI: Tetapkan Keadaan Konflik, Walikota/Bupati Perlu Konsultasi dengan DPR
  Ahli: Penetapan Status Keadaan Konflik Mutlak Otoritas Presiden
  Kriminalisasi, Intimidasi, dan Kekerasan Penanganan Konflik Agraria & SDA Meningkat Jelang Pilpres 2014
  Kesbangpol Aceh Gelar Dialog Capaian Penanganan Konflik
 
ads1

  Berita Utama
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

 

ads2

  Berita Terkini
 
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2