JAKARTA, Berita HUKUM - Subdit Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya berhasil membongkar praktik klinik aborsi bernama Namora, di Jalan Paseban Raya, Salemba, Jakarta Pusat, Jum'at (14/2).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, dalam kasus ini polisi menangkap tiga pelaku berinisial MM alias dr A selaku dokter, RM selaku bidan, dan SI sebagai karyawan.
Yusri mengungkapkan, klinik yang berada dipinggir jalan Paseban Jakarta Pusat ini telah beroperasi sejak tahun 2018, dan cukup terkenal hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Dibeberkan Yusri, tersangka RM berperan mempromosikan klinik ilegal melalui laman (web) di internet.
"RM ini sebagai bidan, dia juga yang mempromosikan melalui web. Jadi dapat dikatakan dia juga berperan sebagai calonya," ujar Yusri di lokasi penggrebekan.
Selama 21 bulan beroperasi, lanjut Yusri, klinik ini telah menangani 1.632 pasien. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 903 pasien yang berhasil menggugurkan kandungannya.
Selain itu, kelompok ini mematok tarif bervariasi bagi pasien yang hendak menggugurkan kandungannya. Hal tersebut mengacu pada berapa usia janin yang hendak digugurkan.
"Untuk janin usia satu bulan tarifnya Rp 1 juta, dua bulan Rp 2 juta, tiga bulan Rp 3 juta, di atas umur empat bulan itu Rp 4 sampai Rp 15 juta. Jika dikalkulasi selama 21 bulan mereka meraup omzet mencapai lebih dari Rp 5 miliar," jelasnya.
Adapun sejumlah barang bukti yang disita diantaranya, dua jasad janin berusia enam bulan, alat vakum dan USG, lalu sejumlah obat-obatan. Selain itu, polisi juga menyita sebuah mobil, empat unit ponsel dan uang tunai senilai Rp 25,25 juta.
Dalam kesempatan sama, Ketua Umum Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, praktik aborsi ilegal merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Apalagi diketahui ketiga tersangka merupakan pemain lama, dan residivis dalam kasus yang sama.
"Praktik ilegal seperti ini sudah sepatutnya dibongkar. Karena walaupun janin ini belum dilahirkan, tapi mereka sudah memiliki hak hidup," kata Arist.
Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 194 Juncto Pasal 75 ayat (2) UU RI Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, dengan pidana penjara paling lama 10 tahun penjara.(bh/amp) |