JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setuju untuk menghentikan pemberikan keringanan hukuman atau remisi kepada para terpidana terorisme dan korupsi. Kebijakan ini diambil untuk menguatkan pesan penjeraan' terhadap para pelaku kejahatan terorganisasi tersebut.
“Kebijakan moratorium Remisi bagi tindak pidana Korupsi dan Teorisme itu dilakukan seiring dengan perbaikan Peraturan Perundangan yang mendasarinya, agar lebih jelas dan sejalan dengan semangat Antikorupsi. Presiden setuju, langkah ini untuk menguatkan pesan penjeraan kepada para pelaku kejahatan terorganisir itu,” kata Denny Indrayana, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM & Pemberantasan KKN di Jakarta, Kamis (15/9).
Wacana penghapusan Remisi terhadap para Koruptor kembali mencuat setelah Kementerian Hukum dan HAM memberikan Remisi pada Idul Fitri 1432 H. Sebelumnya, remisi diberikan pada Hari Kemendekaan RI. Saat hari Raya Idul Fitri tahun ini, sebanyak 253 Koruptor mendapatkan Remisi dari Pemerintah. Sebanyak delapan koruptor dinyatakan bebas setelah mendapatkan Remisi.
Presiden SBY juga sangat sedih dengan maraknya kasus korupsi yang terjadi di jajaran pemerintahannya. Namun, SBY mengaku masih berlega hati, karena sistem yang dijalankan pemerintahannya masih berjalan dengan baik. Ia pun berjanji akan bertindak tegas dengan mencopot jajaran kabinetnya yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan Korupsi.
Sementara itu, anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho dan Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq secara terpisah, mendukung langkah tersebut. Mereka pun mengecam sikap Menkumham Patrialis Akbar yang telah memberikan Remisi bagi ratusan terpidana Korupsi saat peringatan Kemerdekaan 17 Agustus dan perayaan Lebaran.
Emerson mengungkapkan, menurut catatan ICW, ada sekitar 600 terpidana koruptor di Indonesia yang mendapat Remisi dari Pemerintah selama Agustus dan Lebaran 2011. Para terpidana tersebut berasal dari anggota Legislatif, Eksekutif, dan pejabat Yudikatif.
“Remisi itu memang hak narapidana. Namun, Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan penerapan peraturan itu khusus Kasus Korupsi,” ujarnya.
Sedangkan menurut Fajar, Remisi bagi Koruptor justru memperlemah hukuman yang berfungsi memberikan Efek Jera. Padahal, sudah menjadi rahasia umum, sebagian koruptor yang dihukum di penjara sebenarnya sudah memperoleh perlakuan khusus, seperti kamar berbeda atau bisa keluar pada saat tertentu. Remisi semakin meringankan hukuman bagi perampok uang Rakyat itu.
”Saya setuju penghapusan remisi untuk koruptor. Namun, jika putusan perkara korupsi masih ringan hingga tidak menimbulkan efek jera, Penghapusan remisi itu tidak banyak berarti,” ujar dia.(dbs/wmr/spr/rob)
|