JAKARTA, Berita HUKUM - Setelah pada Bulan Mei lalu tokoh dan raja adat dari Kabupaten Samosir Propinsi Sumatera mengadukan adanya praktek penghancuran hutan kepada Walhi, kini hadir peraih penghargaan Kalpataru dan Wana Lestari dari Kabupaten Samosir, Kab. Toba Samosir dan Kabuapaten Dairi, Rabu, 28 Agustus 2013.
Hingga kini praktek penghancuran hutan alam seluas 4046 hektar masih berlangsung secara terbuka. Berbagai elemen masyarakat setempat telah melakukan upaya serius untuk menghentikan perusakan meski mendapat ancaman kekerasan sebagimana dialami Wilmar Eliaser Simandjorang di kawasan hutan Telle pada 16 Mei lalu. Wilmar menuturkan, saat itu saya diancam dengan parang panjang dan kamera saya dicacah sampai hancur.
Padahal saya hanya melakukan pemantauan saja. Kasus tersebut besok (28/8) dilakukan gelar perkara oleh Polda Sumatera Utara. Karena terlalu kuat jaringan penghancur hutan tersebut, kami berharap Mabes POLRI ikut memantau prosesnya.
Kecintaan masyarakat terhadap alam dan lingkungan di wilayah Toba Samosir, Samosir dan Dairi telah diwujudkan dengan upaya penanaman pohon secara mandiri diatas lahan kritis seluas 40 hektar dan pembibitan pohon langka oleh Marandus Sirait dan tertanam pula 64 ribu pohon oleh Wilmar Eliaser bersama komunitas Desa Hoetagindjang di kawasan Gunung Pusuk Buhit. Sedangkan Hasoloan Manik bersama kelompoknya telah melakukan penyelamatan kawasan hutan di Dairi.
Danau Toba salah satu danau terbesar di Indonesia dan dikenal dimanca negara karena keindahan alamnya, sehingga dijadikan sebagai salah satu kawasan kunjungan wisata dan kawasan strategis. Jika ekosistem Danau Toba terus dibiarkan rusak, maka apa lagi yang akan disuguhkan?, apakah akan dijadikan tujuan wisata karena kerusakan alamnya ujar Mukri selaku juru bicara Walhi untuk urusan bencana, mendampingi Abetnego Tarigan selaku Diretur Walhi saat menerima pengadu.
Perwakilan yang hadir ke Walhi terus mengeluh karena air Danau Toba telah tercemar dan kini kampung-kampung masyarakat sering dilanda bencana banjir dan kekeringan serta serangan kera ekor panjang. Tentu hal ini sangat berbahaya jika terus dibiarkan ucap Mukri pula.
Untuk itu kami mengharapkan dukungan masyarakat Indonesia guna penyelamatan ekosistem Danau Toba. Jika dukungan meluas, mudah-mudahan ada tindakan nyata, jika tidak juga, maka Walhi mendukung penuh upaya masyarakat menempuh jalur hukum termasuk melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sebagai bentuk protes keras terhadap rusaknya hutan di tiga kabupaten dan khususnya di sekitar Danau Toba, tiga orang peraih penghargaan Kalpataru dan Wana Lestari akan menyerahkan kembali penghargaan tersebut kepada Presiden dan Kementerian Kehutanan.
Didampingi Walhi penghargaan tersebut akan dikembalikan pada hari Selasa, 3 September 2013. Sebelumnya pada 2 Agustus telah dikembalikan dua penghargaan Danau Toba Award kepada Gubernur Sumut oleh Wilmar Eliaser Simanjorang dan Marandus Sirait.(wlh/bhc/rby) |