JAKARTA, Berita HUKUM - Rancangan Undang - Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) saat ini masih dalam pembahasan DPR RI. Meski belum disahkan namun dalam pasal tersebut juga mengancam kebebasan berekpresi oleh seluruh masyarakat melalui jejaring media sosial. Lantaran, definisi dari keamanan dan darurat tidak dijelaskan secara rinci dalam RUU.
Rohaniawan yang sekaligus juga seorang budayawan, Romo Benny Susetyo menjelaskan keberadaan RUU Kamnas ini seolah - olah membuktikan negara Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat. Jadi menurut Romo Benny, ketika masyarakat mengkritik atau memrotes pemerintah, maka itu akan dianggap memberi ancaman terhadap pemerintah. Lantaran definisi dari makna ancaman itu tidak jelas.
"Jadi dengan adanya RUU Kamnas ini bisa mengancam kebebasan berekpresi melalui Facebook dan Twitter, dan itu akan dibatasi. Karena definisi tentang darurat dan ancaman itu tidak jelas", kata Romo Benny saat ditemui di acara Peringatan Semanggi II dan Penolakan RUU Kamnas di Pancoran, Jakarta Selatan, Ahad (23/9).
Romo Benny juga menjelaskan, bila RUU Kamnas itu disahkan menjadi Undang - undang (UU) yang mengikat, maka peran Presiden terlalu besar. Sebab dengan tidak adanya persetujuan DPR maka Presiden maupun kepala daerah bisa menggunakan UU itu untuk bisa melindunginya ketika dirinya merasa terancam dari segala hal.
"Jadi rancangan UU ini jadi memperkuat posisi negara kita menjadi negara totaliter. Di dalam negara totaliter itukan kebebasan media jadi diberangus dan itu berbahaya", ungkap Romo Benny.
Karena itu, bila yang dimaksud dalam ancaman tersebut bagian dari konflik horizontal dan terorisme maka sebetulnya Indonesia tak memerlukan RUU Kamnas. "Karena sekarang sudah ada UU konflik yang sudah mengatur itu dan kalau terorisme itu juga sudah diatur. Jadi bangsa kita tidak perlu RUU Kamnas ini", pungkasnya.(ais/lp6/bhc/opn)
|