JAKARTA, Berita HUKUM - Menyambut Ramadan 1442 Hijriyah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid mengeluarkan edaran terkait tuntunan ibadah di masa pandemi Covid-19.
Salah satu poin yang menarik adalah terkait salat berjamaah di masjid. Majelis Tarjih menyatakan salat di masjid boleh dilaksanakan dan hanya berlaku bagi suatu daerah yang sedang tidak memiliki penularan Covid-19.
Dalam pelaksanaannya pun, salat berjamaah dilakukan dengan menjaga jarak antar shaf, memakai masker, masjid digunakan terbatas hanya untuk warga sekitar, jumlah jamaah maksimal 30% ruangan, takmir secara berkala menerapkan sterilisasi dan protokol kesehatan.
Sebagai tambahan, anak-anak, lansia, orang yang sedang sakit maupun yang memiliki comorbid dilarang untuk datang ke masjid atas pertimbangan resiko.
"Kami cenderung pelaksanaan di rumah. Tapi bagi masyarakat yang memang sudah memiliki berbagai macam persiapan, baik sudah divaksin, masjidnya sudah disterilisasi, protokol dipenuhi, maka dengan pertimbangan yang sangat hati-hati, maka sebaiknya batasi yang datang ke masjid, maksimal 30 persen dari ruang yang tersedia," jelas Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, Senin (29/3).
Tuntunan Ibadah Ramadan menurut Mu'ti patut dipatuhi oleh warga Persyarikatan, apalagi angka penularan Covid-19 di Indonesia masih berkisar di angka 12 persen, atau lebih tinggi 7 persen dari batas yang ditetapkan oleh WHO.
"Salat berjamaah itu bagus, tapi di situasi sekarang menghindari mafsadat itu lebih diutamakan," jelasnya sambil membawakan hadis bahwa Nabi Muhammad lebih banyak melakukan salat tarawih di rumah bersama keluarganya.
Terkait ide salat bergelombang yang diusulkan oleh Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla, Abdul Mu'ti menyatakan tak masalah dilakukan meskipun Muhammadiyah menurutnya lebih menyukai tidak melakukannya.
"Saya cenderung pada pendapat sebaiknya tidak usah 2 shif, karena persiapannya lebih sulit dan kemungkinan-kemungkinan pelaksanaan salat itu terjadi transmisi virus covid-19. Karena itu dengan segala hormat sebaiknya salat tarawih itu satu gelombang saja, dan umat Islam lebih baik melakukan Tarawih di rumah dengan keluarga.
Pemerintah lanjut Abdul Mu'ti tidak perlu mengeluarkan tuntunan ibadah karena masyarakat lebih mendengar fatwa-fatwa dari organisasi keagamaan.
Terkait adanya perbedaan di dalam fatwa maupun tuntunan ibadah Ramadan 2021 oleh berbagai organisasi maupun komunitas keagamaan, Mu'ti mendorong untuk saling menghormati karena fatwa terkait adalah masalah cabang (furu'iyah) yang tidak prinsip dan bernilai ijtihad.
"Karena itu saya menghimbau betapapun fatwa berbeda-beda, marilah kita bersama-sama bermunajat agar pandemi Covid-19 ini dapat segera berakhir dan kita bangsa Indonesia bisa selamat dari pandemi," pesannya.
"Karena itu saling menghormati, dan kita berusaha agar umat Islam ini menjadi komunitas yang peduli dan berkomitmen untuk bagaimana bersama dengan komunitas lain mengatasi dan menyelesaikan pandemi Covid-19 ini," pungkasnya.(muhammadiyah/bh/sya) |