JAKARTA, Berita HUKUM - Mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan, Ratna Dewi Umar akhirnya di vonis 5 tahun penjara, serta denda 500 juta dengan subsider kurungan 3 bulan penjara, pada sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Selatan.
Dalam amar putusan yang di bacakan Hakim Nawawi, "memutuskan, Ratna Dewi Umar bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara denda 500 juta dan kurungan subsider tiga bulan penjara," ujar Nawawi Pomolango Senin (2/9) siang.
Mendengar vonis tersebut Ratna Dewi Umar tertunduk lesu, dan menyerahkan semua pada kuasa hukumnya untuk pikir-pikir dan belum mengajukan banding.
Adapun hal-hal yang memberatkan, terdakwa Ratna Dewi telah melakukan tindakan yang kontra produktif terhadap pemberantasan korupsi. Selain itu juga memberikan citra negatif terhadap pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan selama di persidangan. Belum pernah di hukum, serta, terdakwa sudah lebih dari 30 tahun mengabdi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan menyesali perbuatannya.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menilai Ratna terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana dakwaan subsider. Yakni pasal 3 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU nomor 31 tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan subsider," ujar Nawawi kembali.
Namun dalam dakwan primer, Ratna tidak terbukti secara sah sebagaimana dakwaan primer yang dituntut oleh Jaksa Penuntun Umum pada KPK.
Yakni pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU nomor 31 tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Karenanya, Majelis Hakim membebaskan Ratna dari dakwaan primer.
Sementara nama mantan Menkes Siti Fadilah Supari dan pengusaha Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo juga masuk amar putusan yang di bacakan.
Disebutkan dalam pembacaan amar putusan, Majelis Hakim menyatakan perkara korupsi proyek pengadaan tahun 2006 dan 2007 tidak dilakukan Ratna seorang diri, melainkan bersama-sama.
"Telah terlihat antara terdakwa Ratna Dewi Umar, Siti Fadilah Supari, Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo dan Sutikno untuk mewujudkan pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka flu burung tahun 2006," ujar hakim anggota Sutio JA.
Dan memaparkan penggunaan Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP bersama-sama atau turut serta melakukan kejahatan.
Siti Fadilah menurut hakim ikut serta dalam merencanakan pengadaan dengan memberi arahan, untuk melakukan penunjukan langsung terhadap perusahaan penyedia produk Alkes.
Kerjasama antara Ratna juga dilakukan dalam pengadaan peralatan kesehatan untuk RS rujukan dalam penanganan flu burung tahun 2007, dan ke 4 pengadaan reagen dan consumable penanganan virus flu burung.
"Terlihat adanya kerjasama erat agar pengadaan dilakukan PT Kimia Farma Trading Distribution. Perbuatan penyertaan dalam Pasal 55 KUHP telah terpenuhi dalam perbuatan terdakwa dalam perkara ini," ujar hakim.
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan Ratna terbukti menguntungkan orang lain dan korporasi, dengan menyalahgunakan kewenangannya pada proyek 4 pengadaan yang merugikan keuangan negara Rp 50,477 miliar.(bhc/put) |