ACEH, Berita HUKUM - Ratusan mantan tahanan Politik (Tapol) dan nara pidana politik (Napol) dari tahun 1991 hingga pasca penandatanganan MoU Helsinki tidak pernah merasakan bantuan dari pemerintah Aceh. Hal itu di sampaikan Ridwan A Salam (50) warga Desa Alue Bu Jalan kecamatan Perlak, Rabu (5/11) di salah satu Warkop di Kabupaten Aceh Timur.
Pada awak media ini Ridwan menyebutkan, "saya mantan narapidana politik dengan no pokok perkara 119/BID-3/2004/PN-IDI, saya di jerat dengan pasal 164 KUHP terkait makar, saya ditahan di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Langsa dengan No register B IIB No 35/2004, sudah Sembilan (9) tahun di tanda tangani perjanjian damai antara GAM & RI belum menerima bantuan dari pemerintah.
Lanjut Ridwan lagi, bukan hanya dirinya yang belum pernah menerima bantuan seperti yang tertuang dalam perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah RI, ratusan Tapol Napol lainnya di Aceh juga diduga mengalami nasib yang sama, dia juga menyebutkan penangkapan ayah mertuanya M Ali Yusuf (52) saat pulang dari melaut, "pada tanggal 30 Maret 1991 lalu yang di tahan di salah satu tempat di Idi Rayeu, setelah itu di serahkan ke salah satu pos aparat di Perlak, kemudian pada tanggal 1 April 1991 sekitar pukul 06:30 WIB mayat almarhum M. Ali Yusuf (mertua saya) di temukan tersandar di sebuah pintu toko di Kota Perlak dengan leher terikat tali nilon dan tangan bekas ikatan," ujar Ridwan.
"Semenjak saat itu kebutuhan hidup keluarga almarhum M. Ali Yusuf terlontalonta tidak pernah menerima bantuan dari pemerintah Aceh, yang notabene nya mereka itu dari kalangan mantan Gerakan Aceh Merdeka," jelas Ridwan.
Sementara juru bicara Tapol Napol Kabupaten Aceh Timur Amiruddin (32) warga Peudawa pada, Rabu (5/11) juga hal yang sama, menurutnya sudah 9 tahun MoU Helsinki di tandatangani, "belum ada butir butir perjanjian itu yang di jalankan pemerintah Aceh, padahal dalam perjanjian tersebut sudah sangat jelas mengatur tentang hak Tapol Napol Aceh, dulu kami pernah di janjikan akan di berikan lahan untuk bertani, tapi lahan tersebut hingga kini belum kami terima, 'ujar Amiruddin.
Amiruddin menyayangkan sikap Pemerintah Aceh saat ini yang tidak perduli dengan butir butir MoU Helsinki, padahal pada poin 3.2.5 hurup B sudah sangat jelas, "di situ tertulis semua tahanan politik yang memperoleh Amnesti akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh apa bila tidak mampu bekerja, tapi mana, sudah 9 tahun Aceh Ini damai kami belum merasakan bantuan apapun dari pemerintah Aceh, saat ini ada 397 Tapol-Napol Aceh Timur yang sudah terdaftar," sebut Amiruddin.
Amiruddin sendiri Tahanan Politik yang mendapatkan Amnesti (pengampunan) dari pemerintah Republik Indonesia pasca penandatangani Memorandum of Understanding between the Government of the Republic of Indonesia and the Free Aceh Movement, (Nota kesepahaman antara pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helxinki.(bhc/kar) |