Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Andi Mallarangeng serta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertras) Muhaimin Iskandar, pantas bergembira. Pasalnya, dua menteri yang selama ini dianggap kontroversial, ternyata selamat dari gelombang tsunami yang bernama perombakan (reshuffle) Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II itu.
Keduanya pun ikut menghadiri acara pelantikan anggota baru kabinet yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Rabu (19/10). Memang kedua menteri yang lolos dari ‘lubang jarum’ itu tak banyak komentar. Namun, kedua selalu tersenyum sumringah, ketika hendak meninggalkan Istana usai acara basa-basi politik yang sudah basi tersebut.
Tentu saja, sikap SBY yang masih mempertahankan Andi Mallarangeng dan Muhaimin Iskandar banyak mendapat sorotan publik. Maklum saja, sebagian besar masyarakat mempertanyaan kebijakan SBY atas keputusannya itu. Apakah SBY tidak tahu dan tidak mendengar keresahan masyarakat yang sudah berlangsung sejak beberapa bulan ini? Atau memang sengaja tidak pura-pura mendengar? Entahlah...
Seperti yang sudah diketahui, Presiden telah memasukkan delapan nama baru sebagai menteri dalam KIB II yang terdiri dari tujuh orang menteri serta satu kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Ada pun empat menteri lainnya seperti Jero Wacik dan EE Mangindaan yang sama-sama berasal dari Partai Demokrat bergeser dari jabatan masing-masing ke pos baru.
Namun, Presiden SBY tidak mengutak-atik posisi Andi yang juga politikus Partai Demokrat. Padahal, nama Andi belakangan kerap muncul dalam pengembangan kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI/2011 di Palembang, Sumatera Selatan.
Begitu pula dengan Muhaimin yang menjabat ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu. Sama dengan Andi, nama Muhaimin kerap disebut-sebut sejumlah saksi ikut terseret kasus korupsi dugaan suap pencairan dana infrastruktur kawasan transmigrasi 19 kabupaten yang tersebar di wilayah Indonesia.
Tapi, nyatanya dua nama tersebut memang sakti. Buktinya, Andi dan Muhaimin masih tetap bertengger di jajaran kementerian di bawah komando SBY itu. Tentu saja, rakyat pun pantas bertanya-tanya mengenai nyali SBY untuk tidak berani mengambil tindakan tegas untuk mencopot kedua menteri tersebut. Siapa di belakang Andi dan Muhaimin yang sudah membuat SBY takut mencopotnya?
Anehnya lagi, alasan perombakan kabinet oleh Presiden SBY sama sekali tidak menyebut-nyebut urusan dugaan kasus korupsi. Padahal, SBY sebelumnya telah meminta para menteri di kabinet untuk menandatangani pakta integritas yang menekankan komitmen pemberantasan korupsi. Dalam konteks itu, nama-nama Menteri yang telah disebut namanya dalam penyidikan kasus korupsi memiliki dampak negatif terhadap reputasi pemerintahannya tersebut.
Memang, baik Andi maupun Muhaimin masih berstatus saksi. Dan, sama sekali belum menjadi tersangka, apalagi terdakwa. Tapi, rakyat pantas untuk menagih janji Presiden SBY dalam pemberantasan korupsi yang diucapkan saat melakukan kampanye politik lalu. Tapi ternyata kenyataan yang terjadi sekarang tidak seperti pernyatannya itu.
Awalnya memang kekuatan SBY imej Bersih dan Anti Korupsi. Namun dalam tujuh tahun terakhir, Korupsi semakin menjadi. Dalam prosesnya tujuh tahun ini, korupsi dan KKN luar biasa, bukan pada level kementerian, tapi terus merambah kepada level di bawahnya. Korupsi pun makin merajalela.
Slogan pemberantasan yang didengungkan SBY bukan perang sesungguhnya terhadap korupsi. Ini hanya perang-perangan terhadap korupsi. Kayak anak kecil pakai pedang-pedangan, bukan pedang asli. Jadi ini hanya buat membangun serta menjaga citra, bukan untuk merealisasikannya dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahannya itu. Terbukti, SBY tidak berani mengambil langkah tegas terhadap Andi dan Muhaimin.
Jika melihat ke Jepang atau Korea dan negara lainnya, bila ada pejabat atau menteri yang terseret kasus dugaan korupsi, maka yang bersangkutan akan mengundurkan diri atau dipecat oleh kepala pemerintahan bersangkutan. Tetapi untuk di Indonesia, kita harus menunggu penanganan kasus ini hingga tidak jelas kapan, karena kedua kasus itu memang benar-benar berjalan lamban. Publik pun tidak tahu, kapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntaskan penyidikannya untuk menguak kasus korupsi yang banyak melibatkan sejumlah pejabata negara ini.
Terlepas dari lambannya kinerja KPK, dengan tidak mengganti pejabat bermasalah, maka sama saja Presiden SBY memberikan contoh bagaimana melindungi pembantunya yang sedabf dalam masalah itu. Tentu saja, hal ini sangat berbahaya sekali untuk pembelajaran soal ketauladanan bagi rakyat. Presiden sudah memberikan pembelajaran sangat penting bahwa dirinya tidak berani bertindak tegas terhadap masalah penting ini.
Intinya, sikap SBY yang masih mempertahankan Andi dan Muhaimin lebih mencerminkan keinginannya menjaga keseimbangan kekuasaannya dalam formasi kabinet. Sama sekali bukan untuk memperbaiki pemerintahannya. Hal tersebut membuat publik kecewa, karena SBY gagal membangun harapan baru. Jadi, memang sepertinya reshuffle sekedar basa-basi politik yang sudah basi, karena tak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.(*)
|