JAKARTA, Berita HUKUM - Demokrasi yang kini dikembangkan di Indonesia adalah demokrasi prabayar. Para calon pejabat membayar rakyat dengan uang agar terpilih dan berkuasa. Akibatnya, demokrasi menjadi sangat mahal karena sarat dengan money politic. Demokrasi prabayar juga tidak akan menghasilkan pemimpin yang hebat yang bekerja untuk rakyatnya.
“Demokrasi prabayar benar-benar merusak Indonesia. Para calon pejabat publik, baik di eksekutif maupun legislatif bisa membeli suara rakyatnya. Padahal uang yang mereka gunakan berasal dari tindakan kriminal juga, seperti korupsi. Kalau kemudian rakyat menuntut mereka bekerja untuk bangsa, mereka berkilah sudah ditunaikan pada waktu kampanye, yaitu saat mereka membayar Rp100.000 untuk tiap suara yang mereka peroleh,” ujar ekonom senior Rizal Ramli pada diskusi publik bertajuk “Refleksi Akhir Tahun dan Menuju Perubahan Indonesia tahun 2014” yang diselenggarakan Partai Gerindra, di Senayan, Jumat (29/11).
Selain Rizal Ramli, diskusi juga menghadirkan Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi dan guru besar IPB Arya Hadi Dharmawan. Sedianya juga akan hadir pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie. Namun hingga diskusi berakhir, Jimly urung hadir.
Sebagian besar peserta diskusi adalah para anggota DPR Fraksi Gerindra dan Caleg Partai Gerindra. Mereka tampak serius menyimak pemaparan Rizal Ramli yang siang itu dihadirkan dalam kapasitasnya sebagai pakar ekonomi. Pertanyaan dan tanggapan pun lebih banyak berkaitan dengan perkembangan seituasi ekonomi terkini dan dampaknya terhadap politik, khususnya menjelang 2014.
Menurut calon presiden paling ideal versi The President Centre ini, akibat sistem politik dan demokrasi prabayar, banyak tuntutan dan kepentingan rakyat yang terabaikan. Hal itu disebabkan rakyat memilih pemimpinnya bukan karena kualitas, tapi demi keuntungan jangka pendek yang didapat saat kampanye.
“Kita harus menghentikan demokrasi prabayar ini segera. Harus kita ubah menjadi demokrasi pasca bayar. Caranya, pilih pemimpin yang hebat dan amanah yang akan bekerja habis-habisan untuk bangsa dan rakyat Indonesia,” tukas Rizal Ramli yang juga Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Rakyat (ARUP) yang disambut tepuk tangan peserta diskusi.
Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu juga berpendapat Indonesia harus meninggalkan sistem ekonomi neolib supaya maju dan rakyatnya sejahtera. Para pejabatnya harus punya nasionalisme yang tinggi, sehingga dalam setiap kebijakannya lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan rakyatnya, ketimbang mengikuti sistem ekonomi liberal yang menyerahkan segala sesuatunya kepada mekanisme pasar.
“Yang kita butuhkan bukanlah sistem liberal, tapi sistem ekonomi yang fair. Sistem liberal seperti memaksa petinju kelas bulu Indonesia Elyas Pical melawan juara kelas berat dunia Mike Tyson. Ini tidak fair! Saya yakin, kalau kita tinggalkan sistem ekonomi liberal dan meninggakan demokrasi prabayar, maka Indonesia akan menjadi negara yan g disegani di Asia. Indonesia yang maju dan rakyatnya sejahtera,” paparnya.
Rizal Ramli dikenal sering melahirkan kosa kata baru terkait sistem dan kehidupan politik nasional. Sebelumnya dia mememperkenalkan demokrasi prosedural, demokrasi transaksional, dan demokrasi kriminal. Kali ini Rizal Ramli menyebut demokrasi prabayar untuk maraknya praktik politik uang yang sudah begitu menggurita. Beberapa waktu lalu, dia juga memperkenalkan istana hitam guna menggambarkan berbagai deal dan persekongkolan antara pusat kekuasaan dan pengusaha yang merugikan rakyat. (bhc/rat)
|