JAKARTA, Berita HUKUM - “Bagaimana mungkin negara berpenduduk hampir 250 juta jiwa, calon presidennya hanya 4L, lu lagi lu lagi. Ini namanya oligopoli. Oligopoli ekonomi merugikan konsumen. Sedangkan oligolipoli di bidang politik, merugikan seluruh rakyat. Ini harus dihentikan. Indonesia punya banyak anak bangsa yang bagus. Saya mengajak Dewan Guru Besar UI dan seluruh hadirin di sini untuk memulai perubahan dari kampus ini. Mari sama-sama kita tinggalkan Orde Citra. Mari kita bangun Orde Kedaulatan,” papar DR Rizal Ramli di Aula Fakultas Kedokteran UI, Salemba, Jakarta, Jumat (7/3).
Siang itu Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid yang sukses membenahi PT Nurtanio dari kebangkrutan tersebut tampil lugas. Tampil dengan kemeja putih lengan panjang dipadu dasi biru terang, dia memaparkan gagasan dan pemikirannya tentang kesejahteraan yang meliputi pendidikan, ekonomi, dan penegakan hukum. Tiga hal itu memang menjadi topik Debat Capres Konvensi Rakyat versus Konvensi Partai Demokrat. Suaranya bertenaga. Artikulasi kata demi kata terdengar jelas. Dengan intonasi dan body language yang pas, Rizal Ramli berhasil ‘menyihir’ hadirin untuk terus menyimak dan berkali-kali memberi applause panjang.
Selain Rizal Ramli, ada Yusril Ihza Mahendra dan Isran Noor dari kubu Konvensi Rakyat. Sedangkan dari Konvensi Demokrat hadir Gita Wirjawan, Ali Masykur Musa, dan Anis Baswedan. Empat peserta Konvensi Rakyat juga tampak hadir. Mereka adalah, Ricky Sutanto, Sofyan Sauri Siregar, Ani Iwasaki, dan Tony Ardi. Debat dipandu Effendi Ghozali yang didampingi Ketua Ikatan Alumni UI Kemala Motik dan Ketua Dewan Guru Besar UI Biran Affandi.
Acara kali ini bisa disebut benar-benar istimewa. Kemasan acara yang menghadirkan sejumlah tokoh ‘berseberangan’ itu mampu menyedot atensi publik. Tak urung, aula berbentuk teater itu dipadati ratusan manusia. Di bagian belakang yang lebih tinggi, tidak kurang 20 kamera wartawan televisi lengkap dengan tripod-nya berjajar. Masih di belakang, ada belasan wartawan foto dengan beragam lensa tele berdiri berdesakan. Sedangkan di bagian depan, sedikitnya 30 wartawan foto juga sibuk mencari angle yang pas untuk membidikkan kameranya.
Hadirin juga meluber di anak-anak tangga kursi teater. Bukan cuma itu, mereka ada yang berjejal di setiap ruang yang dianggap kosong dalam aula. Sementara di lorong-lorong sekitar aula, pengunjung yang tidak kebagian tempat di dalam tampak ‘berserak’ menyita tempat.
Masih tentang 4L tadi, Menteri Keuangan yang berhasil mengebut pembahasan RAPBN hanya dalam tempo tiga hari itu mengkritisi sistem politik yang menutup peluang bagi Capres selain dari partai besar. UU Politik memang mematok 20% kursi di DPR atau 25% suara bagi Parpol yang berhak mengajukan capres. Ketentuan inilah yang ditudingnya sebagai oligopoli di bidang politik.
“Kalau yang sedang diperjuangkan profesor Yusril di Mahkamah Konstitusi tentang ketentuan Pilpres dikabulkan, maka akan membuka lembaran baru sistem politik kita. Dari sini akan lahir calon-calon pemimpin yang punya visi, karakter, dan kompetensi. Tidak seperti sekarang, calon pemimpin hanya mengandalkan popularitas belaka. Tiga syarat pertama tadi tidak bisa direkayasa karena ini bicara soal track record. Sedangkan popularitas gampang dilakukan dengan uang dan kekuasaan. Inilah yang saya maksud dengan Orde Citra. Orde yang tidak menghasilkan karya nyata,” paparnya yang disambut gemuruh tepuk tangan hadirin.
Knock Out
Bagaimana debat capres Konvensi Rakyat versus Konvensi Demokrat di mata hadirin? Siapa yang menang?
“Para Capres Konvensi Rakyat terlihat unggul. Mereka memaparkan visi, ide, gagasan, dan track record. Dari sini juga tergambar bagaimana karakter dan kompetensinya. Sebaliknya para Capres Konvensi Demokrat lebih banyak berwacana. Sepertinya paparannya bagus, tapi itu masih busa-busa sifatnya. Belum teruji. Menurut saya, skornya 3-1 untuk Konvensi Rakyat,” ujar Rahmat Santoso, mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK-UI) semester 6.
“Debat Capres kali ini benar-benar menarik. Masing-masing peserta dari dua kubu berusaha menampilkan yang terbaik. Tapi saya lihat, secara substansi Capres dari Konvensi Rakyat masih lebih unggul. Mungkin karena di sana ada pak Rizal Ramli dan profesor Yusril yang punya jam terbang di birokrasi. Kedua tokoh ini lebih menguasai persoalan berikut solusi-solusi yang ditawarkannya. Skornya, 3-1 untuk capres Konvensi Rakyat,” kata Yulis Rahmawati, mahasiswi FK-UI semester 6.
“Menurut saya, Anis dan Ali Masykur tampil cukup bagus. Gagasan bidang pendidikan yang disampaikan Anis lumayan clear. Mungkin karena dia rektor, jadi paham persoalan. Sedangkan sikap Ali yang berpihak pada subsidi bagi rakyat, jelas sangat berseberangan dengan paham para elit Partai Demokrat tempat dia ikut konvensi. Sementara dari kubu Konvensi Rakyat, Rizal Ramli dan Yusril juga bagus. Skornya 2-2 lah,” tukas Hermanto, karyawan perusahaan swasta di bilangan Thamrin yang mengaku sengaja datang karena dapat sms dari temannya tentang acara tersebut.
“Gita Wirjawan benar-benar menunjukkan seorang neolib sejati. Bayangkan, ketika memaparkan nasionalisme, dia antara lain mengatakan, nasionalisme artinya ada makanan di meja makan yang bisa dimakan oleh rakyat, dari mana pun asalnya. Ini artinya, dia tidak peduli, apakah makanan itu dihasilkan di dalam negeri atau diimpor. Itulah yang menjelaskan dia rajin menerbitkan izin impor untuk bermacam komoditas, walaupun hal itu memukul produsen lokal. Skor debat ini 4-0 untuk peserta Capres Konvensi Rakyat,” papar aktivis yang mengaku bernama Hendra.
Menurut Rizal Ramli, Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) yang berhasil mendongkrak efisiensi hingga mewariskan kas triliunan rupiah di lembaga yang sebelumnya dikenal paling korup setelah Pertamina itu, rakyat dan elit selama ini dicekoki dengan doktrin untuk membangun negeri mutlak diperlukan utang. Doktrin ini pula yang selama puluhan tahun dipompakan kepada para mahasiswa, khususnya yang di fakultas ekonomi.
“Ini adalah doktrin yang menyesatkan. Banyak negara yang bisa bangkit dan maju tanpa utang. Jepang, Korea, dan China adalah contoh nyata, bagaimana mereka bisa maju dan menjadi kekuatan ekonomi dunia tanpa utang. Indonesia juga bisa membangun tanpa utang. Kita bisa membangun melalui kebijakan dan keberpihakan. Indonesia bisa menjadi bangsa pemenang, bukan bangsa pecundang. Caranya gampang. Pilih Rizal Ramli menjadi presiden. Insya Allah saya akan membawa Indonesia menjadi negara maju yang digdaya dan rakyatnya sejahtera,” pungkasnya yang ditimpali tawa dan tepuk tangan panjang hadirin.(rp/edy/bhc/sya)
|