JAKARTA, Berita HUKUM - Rocky Gerung, salah seorang Akademisi yang turut hadir dan mengapresiasi atas berkumpulnya kisaran ribuan kaum intelektual Indonesia yang tergalang untuk bertemu di Padepokan Pencak Silat TMII (Taman Mini Indonesia Indah) Jakarta Timur saat Acara Deklarasi Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (APTSI), mewakili 115 Perguruan Tinggi se-Indonesia, dari Sabang hingga Merauke yang memberikan dukungan pemenangan kepada Pasangan Calon (Paslon) Capres Nomor Urut 02, Prabowo- Sandi yang digelar pada, Sabtu (26/1).
Rocky Gerung saat dipodium acara deklarasi tersebut mengatakan bahwa, "fungsi kampus tempat mengolah alur berpikir mengedarkan akal sehat. Konfrontasi argumen, bukan sentimen. Karena intinya pemikiran adalah bagian dari demokrasi," ujarnya, Sabtu (26/1).
"Saya pikir ini pembagian sertifikat tanah..., sory-sory. Yang saya ingin saya bagikan adalah sertifikat akal sehat," timpalnya, seraya dengan bercanda.
Sejatinya, kemuka Rocky, "Pemikiran mestinya diisi argumen, bukan diisi deterjen. Prabowo akan saya kritik setelah 12 menit dia dilantik," kata Rocky.
Yang menjadi pertanyaan mendasar, ungkapnya ialah bagaimana mungkin membuat kebijakan namun akalnya tidak cukup? Saya tidak pernah mengkritik personal, namun tubuhnya. Bukan personal sebagai kepala negara, namun personal Rumah Tangga," tuturnya mengkritisi.
"Visi Misi bukan yang diteks, namun ada di otak. Kampus sumber pemikiran mestinya, namun diolah menjadi corupt. Padahal diperlukan ada tesis dan antitesis. Saya bukan Tim sukses, namun saya ingin Tim ini sukses," jelas Rocky kembali.
"Negara ini 17 April hari kemerdekaan akal sehat. Di dalam tradisi akademisi, Hari ini keadaannya the begining of the end," tandas Rocky.
Sementara, Ekonom Senior, Ichsanuddin Noorsy yang turut hadir pula memberikan argumen bahwa bagi semua Perguruan Tinggi yang memiliki intelektualitas. Kemuka Noorsy, menyerukan Indonesia Menang adalah Indonesia Bermartabat, itu merupakan bahasa negarawan (Prabowo Subianto: Red). "Saat ini kita surplus politisi, namun defisit negarawan. Apalagi banyaknya politisi politisi pragmatis oportunis," ungkap Noorsy prihatin.
"Figur kepemimpinan dibutuhkan bangsa Indonesia ialah yang melidungi pengikutnya, mencerdaskan dan mesejahterakan. Bukan membodohi dan memainkan Hoax," timpal Noorsy.
"Keterbatasan kata-kata menunjukan keterbatasan Intelektualitas, maka wajar yang muncul hoax, bukan jatidiri bangsa. Yang sebetulnya Indonesia membutuhkan martabat," paparnya.
Maka itulah, kemuka Noorsy bahwa wajar saja Prabowo Subianto pada 20 Desember 2018, mengatakan kalau terpilih maka akan mengganti sistem dan mengganti arah. "Ini bukan soal input, proses maupun output, namun ada kesalahan berpikir (ada kesalahan perbendaharaan kata-kata)," jelas Noorsy yang dikenal sebagai ekonom senior di Indonesia dan juga berani dalam mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap salah.
"Bebas dari keterhinaan, ketertindasan, kebodohan, kemiskinan dan ketimpangan. Maka itulah kita kawal hingga 2024, bila Prabowo salah, Kita berhak menegurnya," tegas Noorsy.
"Negara Gagal itu, ada 7 variabel, yaitu pemimpin yang tidak adil, penegak hukum yang tajam ke bawah tumpul ke atas, Aparat yang memihak, Intelektualitas bayaran, Orang kaya yang pelit, Orang miskin yang menjual kemiskinannya karena lapar, Lalu perempuan yang berani melepaskan moralitasnya ke hadapan publik hingga tidak dianggap moralitasnya. Maka itulah partai emak-emak mengapa memberikan dukungan ke Prabowo Subianto," tutup Noorsy.(bh/mnd) |