JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul tetap menginginkan Anas Urbaningrum mundur dari posisi ketua umum. Pernyataan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bukan dimaksudkan untuk membla Anas, melainkan untuk menyelamatkan partai.
“Pak SBY sebagai Ketua Dewan Pembina memang harus bicara demikian (takkan menonaktifkan Anas Urbaningrum dari kursi ketua umum). Tidak mungkin juga ada KLB, karena dalam aturan partai. Tapi untuk menonaktifkan seseorang itu, harus dari dia (Anas Urbaningrus) yang legowo menyatakan mundur, makanya hanya Anas yang tahu," kata Ruhut kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Senin (6/2).
Mengenai pernyataan SBY yang meminta kader Demokrat jangan diam dari gencarnya tuduhan korupsi ke sejumlah kader partai tersebut, Ruhut menyatakan dukungannya. "Pernyataan itu serupa dengan yang saya katakan. Jangan tiarap, harus ngomong dan hadapi. Kalau diam trus, lihat saja rating (hasil survei Demokrat) turun. Sekarang jadi 13 persen. Ini sangat berbahaya," tandasnya.
Namun, Ruhut kembali mencecar Anas untuk bersikap kooperatif. "Seperti yang dikatakan Pak SBY, masalah (dugaan korupsi) Wisma Atlet dan (proyek) Hambalang ini kami seperti tersandera. Jadi kami mohon kepada KPK cepat proses dan saya bangga dengan Pak SBY, siapapun kader, (kalau) KPK ada fakta, bukti, kami tak akan melindungi," jelas Ruhut.
Dia juga meminta Anas jangan hanya berdiam diri, sementara tudingan demi tudingan selalu saja dialamatkan kepada dirinya. "Saya mohon apa yg diinstruksikan Bapak (SBY) yang bijaksana dari Cikeas, yang terkait masalah korupsi, hadapi kalau tidak benar. Jangan diam terus," tegas Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi Partai Demokrat ini.
Pada bagian lain, Ruhut Sitompul menuding ada oknum di Dewan Pembina Partai Demokrat yang memperkeruh suasana internal terkait munculnya desakan pemecatan terhadap Anas Urbaningrum dari kursi ketua umum. "Jangan bilang lembaganya, tapi oknumnya. Dewan Pengawas Demokrat akan meminta keterangannya. Jadi, kita tunggu semua," jelas dia.
Sementara itu, anggota Dewan Pembinan Partai Demokrat Hayono Isman mengatakan, jika memang terindikasi adanya permainan politik uang (money politics) yang dilakukan Anas dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat, pada 2010 lalu, pemecatan bisa dilakukan tanpa harus menunggu status hukum dari KPK.
"Tanpa harus menunggu proses hukum (yang berlangsung di KPK), partai sudah bisa mengambil langkah (pemecatan), karena partai ini harus menjadi partai bersih. Jika ada pelanggaran peraturan partai, money politics, kami bisa ambil tindakan yang penting fakta persidangan bisa dikonkretkan,"jelas mantan politisi Partai Golkar tersebut.
Namun, lanjut dia, tudingan itu harus benar-benar ada dilandasi bukti kuat. Sangat tidak adil kalau Anas kemudian diberhentikan oleh alasan yang tidak jelas. Tetapi, kalau ada money politics dalam kongres bisa langsung ditelusuri Dewan Kehormatan. "Tapi kalau menunggu proses hukum, bisa seperti Miranda bisa sampai empat tahun. DK Demokrat bisa bekerja mengumpulkan bukti-bukti," jelas dia.(tnc/rob)
|