JAKARTA, Berita HUKUM - Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) mencatat pemerintah masih menunggak pembayaran klaim pelayanan kesehatan rumah sakit (RS) rujukan Covid-19 sebesar hampir Rp 1 triliun. Tunggakan tersebut belum dibayar terhitung sejak Oktober 2020 hingga saat ini.
"Sebenarnya klaim mendekati Rp 1 triliun ini bukan hanya tagihan rumah sakit swasta melainkan juga RS pemerintah hingga RS di daerah," kata Sekjen Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Iing Ichsan Hanafi saat dihubungi Republika, Rabu (27/1).
Hanafi mengatakan, total rumah sakit yang melayani pasien Covid-19, baik fasilitas kesehatan swasta dan RS pemerintah hampir 2.000-an. Sementara jumlah RS swasta yang melayani pasien terinfeksi virus ini sekitar 700-an. Belum dibayarnya klaim ini, kata dia, bisa menimbulkan masalah, yaitu penambahan tempat tidur sesuai permintaan Kementerian Kesehatan, pembelian obat, hingga pembayaran operasional RS.
"Sekarang saja sudah tersendat, tetapi kami tetap melayani pasien Covid-19 apalagi sekarang dalam kondisi antrean perawatan dan sulit memperoleh tempat tidur. Jadi kami tetap melayani pasien. Kami wajib beri pelayanan kesehatan meski rumah sakit terganggu," ujar dia.
ARSSI berharap dana turun dan klaim bisa dibayar pada Februari 2021 sehingga bisa membantu RS swasta supaya optimal memberikan pelayanan kesehatan pasien Covid-19. Kalau klaim belum dibayar hingga Februari 2021, Hanafi mengaku khawatir biaya operasional terganggu, bahkan gaji tenaga kesehatan bisa tersendat. Efeknya, tentu pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal.
Direktur Utama Pertamedika Fathema Djan Rachmat mengatakan, pembayaran klaim dilakukan Kemenkes dan verifikasinya melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Namun, ia mengaku pembayaran 50 persen biaya pelayanan kesehatan dimuka setelah verifikasi dua pekan selesai.
Selama ini, kata dia, pembayaran klaim berjalan sangat baik. "Mungkin kalau ada keterlambatan di Januari ini karena kita memang memasuki tahun yang baru," kata Rachmat.
Kemenkes menyebutkan dua alasan belum dibayarnya klaim, yaitu karena dispute dan anggaran dari Kementerian Keuangan belum cair sehingga tagihan belum bisa dibayar. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir menyatakan, pembayaran klaim selama ini berjalan lancar.
"Kecuali kalau collecting verifikator, yaitu BPJS Kesehatan ternyata menemukan ada kasus yang dispute atau ketidaksesuaian antara klaim yang diajukan dengan dokumen yang dikirimkan dan aturan yang kami pegang. Kemudian pihak rumah sakit diminta untuk melengkapi dokumen itu," kata dia.
Selain itu, Kadir menyebut klaim yang masuk di akhir Desember 2020 membutuhkan proses verifikasi selama dua pekan atau 14 hari oleh BPJS Kesehatan. Kemudian pembayaran selama Desember juga belum bisa dibayarkan karena sudah akhir tahun dan Kemenkeu telah tutup buku.
"Kemudian selama Januari 2021 kami belum melakukan pembayaran karena anggaran yang diajukan untuk pembayaran ini masih proses di Kemenkeu. Dengan demikian anggaran belum cair," ujar dia.
Namun, pemerintah berjanji akan segera melakukan pembayaran setelah Kemenkeu mencairkan dana. Apalagi, lanjut Kadir, pemerintah telah membayar klaim biaya perawatan medis Covid-19 sebesar hampir Rp 15 triliun mulai Maret 2020 hingga saat ini. "Dana ini untuk membayar 1.683 rumah sakit," ujar dia.
Terkait pemerintah beralasan ada ketidaksesuaian atau dispute antara klaim yang diajukan dengan dokumen yang dikirimkan dan aturan yang dipegang Kemenkes, Sekjen ARSSI Hanafi menyebut, hal itu tidak sepenuhnya benar. Menurutnya, tagihan dispute sudah diperbaiki pihak RS.
Hanafi meminta ada percepatan pembayaran klaim yang sempat dispute ini supaya RS terbantu. Namun, ia mengakui memang ada tagihan berjalan sehingga menyebabkan klaim belum dibayar. "Kalau semua dispute kan tagihannya tidak sebesar itu," ujar Hanafi.(Rrls/mah/republika/bh/sya)
|