JAKARTA, BeritaHUKUM - Mantan Menteri Pertahanan Indonesia, Ryamizard Ryacudu tak habis pikir dengan pola pikir para pelaku teror bom bunuh diri yang mengharapkan surga serta bidadari sebagai balasan atas tindakan terorismenya itu.
Bahkan lebih tragis, pada beberapa kasus, ada sejumlah pelaku yang nekat membawa serta anak kandungnya untuk melakukan aksi teror. Seperti yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu.
"Soal radikalisme dan bom-boman itu. Saya katakan bahwa harimau saja tidak pernah gigit anaknya. Tapi dia malah bawa anaknya mati bersama. Kenapa mereka bisa begitu? Karena mindsetnya diubah," kata Ryamizard saat acara Bedah buku & diskusi panel 'PKI Dalang & Pelaku Kudeta G30S/1965' di Gedung Lemhannas, Jakarta, Sabtu (23/11).
Kata Ryamizard, ilusi yang diterima para teroris terlalu berlebihan. Padahal menurut kepercayaan agama yang ada, bunuh diri justru perbuatan keji dan dibenci Tuhan, apalagi sampai membunuh orang lain yang tak berdosa.
"Katanya masuk surga, surga dari Hongkong. Yang namanya bunuh diri pasti tidak masuk surga. Apalagi membunuh orang. Belajar Islam yang bener lah," tukasnya.
Dalam hidup berbangsa dan bernegara, sejatinya perdamaian dan silaturahmi menjadi prioritas utama.
"Apalagi menjaga silaturahmi adalah perintah Tuhan," ucapnya.
"Mari jaga persatuan dan kerukunan kita agar silaturahmi kita tetap terjaga dan silaturahmi itu adalah perintah Allah SWT. Dan barang siapa tidak menjaga silaturrahmi maka Tuhan tidak akan memberikan rahmat," ajak Jenderal purnawirawan TNI ini.
Ryamizard juga mengingatkan bahwa Pancasila adalah ideologi dan karakter bangsa Indonesia yang tidak bisa diganggu-gugat. Pancasila sebagai ideologi, sudah final.
"Saya ingin ingatkan kembali bahwa Pancasila dan NKRI adalah pondasi bangsa dan sudah final dan tidak perlu diperdebatkan lagi," lugasnya.
Mantan Menhan, Ryamizard Ryacudu, juga meminta masyarakat mewaspadai komunisme. Paham itu, kata Ryamizard, dapat memecah belah bangsa Indonesia.
Menurut dia, gerakan komunis dulu diwadahi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dari situ, kata dia, melahirkan gerakan pemberontakan pada September tahun 1965 atau dikenal dengan G30S/PKI. Ryamizard mengatakan, selain tahun 1965, pemberontakan PKI terjadi juga pada tahun 1926 dan 1948.
"PKI ini luar biasa enggak benar. Jadi sebetulnya dia sudah tiga kali berontak, artinya tukang berontak," kata Ryamizard.
"Tahun 1926 kalau pun belum merdeka kita, tahun 1948, 1965. yang bahaya lagi dia pada waktu zaman Belanda dia mendompleng, itu bahaya itu. Jadi artinya menusuk dari belakang," sambungnya.
Menurut Ryamizard, komunisme masih ada sampai saat ini. Untuk itu, ia meminta masyarakat waspada. Sebab komunisme kerap mendompleng suatu gerakan pemberontakan terhadap pemerintah.
"Waktu kita menghadapi konfrontasi dengan Malaysia, dia mendompleng lagi, tahun 1965 kejadian. Sekarang kita berhadapan dengan teroris, khilafah-khilafah, itu dia mendompleng lagi. Hati-hati itu, hati-hati," ujarnya.
Ryamizard mengingat agar masyarakat memahami sejarah PKI yang telah memberontak kepada pemerintah dan bertindak kejam dalam gerakannya. Sebab di era modern saat ini, Ryamizard menganggap pemahaman masyarakat terhadap sejarah, khusunya PKI, kurang.
Kurangnya pemahaman sejarah itu menurutnya dapat menimbulkan perpecahan.
"Memang banyak ideologi, di Amerika ada liberal, komunis di China dan Rusia, Islam di Arab, semuanya baik-baik saja kalau di tempatnya. Kalau di sini tidak boleh, hanya satu ideologi di sini, yaitu Pancasila. Kalau memaksakan Pancasila disingkirkan itu berhadapan dengan kita semua," tegasnya.(ib/kpr/bh/amp)
|