JAKARTA, Berita HUKUM - Partai Demokrat hingga kini belum menentukan arah dukungan kepada calon presiden dan wakil presiden di pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Namun, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono akan mengisyarakatkan akan mengusung capres cawapres di luar nama Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Nama capres dan cawapres yang akan diusung itu akan diumumkan setelah SBY melakukan safari politik ke sejumlah daerah.
"Saya akan pasangkan nanti, capres-cawapres yang mengerti keinginan rakyat. Insya Allah nanti ada pemimpin baru yang amanah, cerdas dan memikirkan rakyat banyak," kata SBY di hadapan ratusan ulama, santri dan masyarakat Kota Cilegon, Banten, Minggu (24/4).
SBY tidak melanjutkan penjelasan soal kemungkinan nama yang akan diusung partai berlambang bintang mercy itu.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan saat ini Partai Demokrat sedang memainkan sebuah strategi cantik jelang Pilpres. Dia mengibaratkan Pilpres sebagai permainan sepakbola.
"Terus tik tok tik tok [Menggiring giring bola] sampai depan gawang. Ini sudah babak kedua. Kalau hanya mengumumkan capres-nya saja belum lengkap. Kami akan selesaikan dulu Pilkada sampai Juni, Juli bercakap-cakap ke situ [Pilpres], kemudian Agustus akan kami ambil langkah," kata Hinca.
Hinca menambahkan capres yang diusung atau berkoalisi dengan Demokrat akan memiliki tiga keuntungan. "Istilahnya, beli satu dapat tiga," kata Hinca.
Pertama, calon tersebut memperoleh suara 10 persen pendukung Demokrat. Kedua, mendapatkan pengalaman SBY yang pernah menjadi Presiden selama dua periode, dan ketiga, mendapatkan dukungan politik dari 100 juta pemilih milenial yang merupakan pendukung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Jadi koalisi bukan soal siapa cawapresnya, tapi kami akan berkoalisi dengan program yang kami terima," ujarnya.
Sementara, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) juga meminta pemerintah untuk menjelaskan secara gamblang soal kabar serbuan tenaga kerja asing (TKA) yang masuk ke Indonesia. Penjelasan itu guna menjawab keresahan masyarakat, terutama mereka yang masih kesulitan mencari pekerjaan.
"Begini saja, karena ini pemerintahan rakyat, yang berdaulat rakyat, tolong pemerintah menjelaskan dengan gamblang, yang transparan, yang jujur. Sebetulnya berapa sih tenaga kerja asing itu, berapa puluh ribu, atau belasan ribu atau ratusan ribu, kita tidak tahu," kata SBY, Minggu (22/4) malam.
Permintaan ketua umum Partai Demokrat itu menjawab kegundahan ratusan warga Kota Cilegon yang hadir dalam dialog ulama, umaro, dan tokoh masyarakat dengan SBY yang tengah menggelar lawatan Tour de Banten di Hotel The Royal Krakatau.
Kabar terkait serbuan TKA, terutama dari Tiongkok, menjadi topik yang paling banyak ditanyakan warga dalam dialog tersebut. Mereka khawatir, daerah mereka yang terkenal sebagai Kota Industri bakal dikuasai oleh TKA dan mereka akan terpinggirkan.
Menurut SBY, memang sudah lazim terjadi pertukaran tenaga kerja ahli antara Indonesia dengan negara-negara tetangga, jika saling membutuhkan. Kerjasama tersebut diatur dalam Undang-Undang ASEAN.
"Yang tidak boleh, yang berbahaya, kalau datang tenaga kerja asing besar-besaran. Mengapa? Pengangguran masih banyak, tenaga kerja kita juga sudah banyak yang terampil dan bisa bekerja sendiri, mengapa kita harus mendatangkan tenaga kerja asing dalam jumah yang besar," ungkapnya.
Hal itulah yang harus dijelaskan oleh pemerintah, agar tidak beredar hoax atau berita palsu. Di sisi lain, SBY mengaku ia tidak dalam kapasitas untuk menjelaskan, karena takut nanti menjadi fitnah.
"Maka daripada jadi fitnah, tolong entah presiden, entah menteri, entah siapapun jelaskan kepada rakyat berapa besar tenaga kerja asing yang masuk Indonesia, dari negara mana mereka itu dan bekerja di bidang apa," harapnya.
SBY mengaku mengerti akan keresahan masyarakat saat ini yang banyak kesulitan mendapat pekerjaan. Sementara, lapangan kerja mulai banyak yang diisi TKA.
"Presiden dan Pemerintah Indonesia harus membela rakyatnya. Kita punya tenaga kerja, yang terampil juga banyak. Pemerintah harus berani. Dengan demikian kita menjadi tuan rumah di negeri sendiri," pungkas SBY.
Dongkrak Elektabilitas
Partai Demokrat, menurut Hinca, akan terus mendongkrak elektabilitas AHY sebagai cawapres, yang saat ini menurut lembaga survei Cyrus Network mencapai 15 persen. Demokrat menginginkan elektabilitas AHY mencapai 20 persen hingga Agustus 2018.
"Survei terakhir, AHY naik mencapai 15 persen. Kami yakin akan naik lagi," kata Hinca.
Survei Cyrus yang dirilis 19 April 2018 silam, menunjukkan AHY merupakan calon pendamping paling potensial Jokowi. Ketua Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) untuk Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 Partai Demokrat itu memiliki elektabilitas 15 persen, unggul atas nama-nama lain seperti Gatot Nurmantyo (10 persen), Prabowo Subianto (9,1 persen), Anies Baswedan (9,1 persen) dan Hary Tanoesodibjo (8,8 persen).
Survei tersebut dilaksanakan pada 27 Maret-3 April 2018. Metode survei menggunakan multistage random sampling. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka. Total responden sebanyak 1.230 orang yang berasal dari 123 desa/kelurahan di 34 provinsi se-Indonesia dan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Survei Indobarometer juga menempatkan nama AHY sebagai cawapres potensial untuk Jokowi. Namun, survei Indobarometer hanya dilakukan di wilayah Jawa Timur. Berdasarkan survei yang dilakukan pada 29 Januari hingga 4 Februari 2018 di 38 kabupaten/kota di wilayah Jatim, elektabilitas AHY mencapai 15,1 persen.
AHY, menurut Indobarometer, unggul atas Anies Baswedan (13,1 persen), Gatot Nurmantyo (7,9 persen), Ridwan Kamil (6 persen) dan Muhaimin Iskandar (5,3 persen).
Menurut Hinca, target untuk mendongkrak elektabilitas AHY kemungkinan akan mudah diraih. Sejauh ini, Demokrat telah melakukan langkah-langkah strategis untuk menaikan elektabilitas putras sulung SBY itu, diantaranya melalui safari politik ke sejumlah wilayah.
"Kami yakin bisa kembali ke 2004 dan 2009. Mana ada partai yang turun ke bawah naik bus, karena kami tidak punya uang untuk beli pesawat," katanya.((bs/raf/politiktoday/cnnindonesia/bh/sya) |