JAKARTA, Berita HUKUM - Diskriminasi gender masih banyak ditemukan. Sifat dan tingkat diskriminasinya bervariasi di berbagai negara atau wilayah. Kesenjangan gender berupa kesempatan berkiprah di panggung politik bagi perempuan masih menyisakan masalah. Saatnya memberdayakan kembali partisipasi politik perempuan di tingkat nasional maupun internasional.
Demikian terungkap dalam Seminar on Promoting Gender Justice and Rule of Law Through Regulations at the National Level di DPR RI, Kamis (26/5) lalu. Seminar ini digelar oleh BKSAP DPR bekerja sama dengan Parliamentarians for Global Action (PGA). Seminar yang dibagi tiga sesi ini, membincang partisipasi perempuan dari berbagai perspektif.
"Promosi keadilan dan kesetaraan gender harus melampaui batas. Banyak instrumen internasional tentang keadilan dan kesetaraan gender termasuk developmental frameworks-nya yang diadopsi dalam implementasi kesetaraan gender sebagai salah satu prioritas atau kewajiban negara untuk memajukan dan melindungi hak asasi manusia," tutur Ketua BKSAP Nurhayati Ali Assegaf dalam sambutan pembuka seminar.
Sementara itu, Wakil Ketua BKSAP Tantowi Yahya (F-Golkar) mengutarakan pentingnya kesetaraan gender dalam hukum dan norma international. Konkritnya, memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berkarya tidak hanya di politik tetapi seluruh aspek. Selain itu, perlindungan hukum terhadap perempuan juga penting agar kiprah perempuan bisa lebih maksimal.
"Forum ini membahas tentang upaya yang perlu dilakukan oleh legislator dalam membela hak-hak perempuan. Hak-hak perempuan yang harus dilindungi dan mendapatkan perlakuan yang sama. Mereka harus memiliki kesempatan yang sama dalam seluruh bidang termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak," jelas Tantowi.
Ia melanjutkan, di Parlemen sendiri implementasi keseteraan gender tidak mudah untuk dilaksanakan, terlihat dengan kurangnya figur perempuan dalam parlemen. "Regulasi kita memandatkan presentasi wanita harus mencapai 30 persen tetapi kita hanya bisa 17 persen," ungkap politisi Golkar tersebut.
Menurutnya, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya mencapai angka 30 persen berkaitan dengan nilai-nilai kebudayaan yang dianut sebagian besar masyarakat sehingga diperlukan suatu perubahan cara pandang.
"Mengapa target ini sulit dicapai karena budaya mereka, agama mereka , dan norma-norma yang kita tahu di beberapa tempat di Indonesia, perempuan tidak didukung untuk menjadi politisi karena mereka menganggap politisi hanya untuk laki-laki. Paradigm ini yang harus diubah." tegas Tantowi.
Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Tantowi, mandat regulasi bisa dicapai jika setiap partai politik proaktif dalam mempromosikan bahwa eksistensi perempuan dalam Parlemen sangat dirindukan untuk menyuarakan hak-haknya. "Kehadiran perempuan dalam parlemen akan memberikan warna yang berbeda, it’s gonna be different, the passion is very different," jelasnya.(ann,mp/DPR/bh/sya) |