JAKARTA, Berita HUKUM - Mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu menyatakan tetap bersikap kritis terhadap pemerintah. Meskipun akibat sikapnya itu dia harus berurusan dengan hukum.
"Demi kebaikan negara dan pemerintah tepat mengambil kebijakan insyaAllah saya tetap melakukan hal kajian analisis kebijakan dengan solusi, jadi tidak berhenti," kata Said Didu di sela-sela menjalani pemeriksaan, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (15/5).
Menurutnya, setiap pernyataan yang keluar dari mulutnya termasuk ketika dirinya menyebut Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan "hanya memikirkan uang, uang dan uang", itu adalah bagian daripada kajian analisis.
"Karena orang tuh selalu melihat setengahnya, sehingga dianggap kritik, padahal sebenarnya itu adalah analisis kebijakan," terangnya.
Said Didu kemudian menjelaskan, pernyataannya dan berbuntut hukum itu sebetulnya analisis kebijakan.
Saat itu, ketika dia diwawancara oleh Husbeno Arief dalam channel Youtube miliknya, konteks pernyataanya adalah pemerintah dinilai lebih memilih mengambil tindakan penyelamatan ekonomi, dibanding nyawa manusia di tengah corona.
"Dan saya juga menyatakan di terakhir kan, kalau pilihannya nyawa manusia, maka sebaiknya anggaran-anggaran lain dipotong dulu untuk penanganan Covid-19. Kan itu solusi yang saya sampaikan. Nah, biasanya orang menganalisis hanya (sepotong), bukan satu kesatuan yang dilihat," urai Said Didu.
Sementara, Kuasa hukum Said Didu, Letkol (Purn) Helvis menyampaikan, apa yang dilakukan oleh klienya tersebut adalah hak Warga Negara Indonesia (WNI) yang dijamin dalam UUD 1945 sebagaimana yang diatur dalam pasal 28E ayat 3 Jo 28J ayat 1.
"Disana disampaikan bahwa setiap WNI dapat mengeluarkan pendapat yang bisa dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum dalam menyajikan kebenaran," ungkap Helvis saat mendampingi Said Didu.
Kuasa hukum Helvis juga meyakini Polisi tak akan menetapkan status tersangka terhadap klienya.
Sebab menurutnya, pernyataan soal Luhut hanya memikirkan uang, uang, dan uang merupakan bagian dari analisis kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
"Belum, mudah-mudahan tidak (ditetapkan tersangka) karena memang (pernyataan Said Didu) analisis sebuah kebijakan pemerintah, antara memilih, apakah pembangunan ekonomi atau menangani Covid-19, mana yang akan dipilih," kata Helvis usai mendampingi pemeriksaan Said Didu di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat malam (15/5).
Selain itu, alasan lain yang diyakini tak berujung penetapan tersangka yakni video conference klienya dengan Husbeno Arief yang menjadi persoalan hukum adalah video tak utuh, atau telah dipotong-potong.
"Jadi bacanya dari awal sampai 22 menit (utuh). Kalau dipotong, sama saja kita baca artikel, kita potong diambil tengah, gak ada arti maknanya. Jadi itu suatu kesatuan yang tadi kami sampaikan ke penyidik," urai Helvis.
Helvis mengatakan, klienya digarap oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri selama hampir 12 jam dengan 50 pertanyaan berkaitan dengan substansi yang dituduhkan kepada klienya.
"Sebagai contoh ada pertanyaan tentang siapa yang channel (pemilik) Youtube dan siapa host-nya, dan temanya direncanakan atau tidak. Kemudian maksudnya apa, dan siapa yang mendistribusikan, yang upload," pungkas Helvis.(sta/RMOL//pojoksatu) |