JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi menolak untuk seluruhnya permohonan yang dimohonkan oleh Pong Harjatmo dalam pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Putusan dengan Nomor 53/PUU-IX/2012 ini dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD bersama delapan hakim konstitusi lainnya pada Kamis (3/1) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo. Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo. Pokok permohonan tidak terbukti menurut hukum. Menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Mahfud di hadapan sidang.
Menurut Mahkamah, seperti yang diungkapkan Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar, pembekuan sementara partai politik yang diatur dalam Pasal 48 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (6) UU Parpol bukanlah suatu bentuk pembubaran partai politik seperti yang dimaksud dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Sanksi pembekuan tersebut, lanjut Akil, hanyalah sanksi administratif yang bersifat sementara dan memberi kesempatan bagi partai politik untuk memperbaiki kesalahan atau kekurangan administrasinya.
“Pembekuan yang dilakukan berdasarkan Pasal 48 ayat (2) UU Parpol dilakukan melalui putusan pengadilan negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, dan apabila setelah melewati 1 (satu) tahun tersebut partai politik tidak memperbaiki diri maka dapat diajukan permohonan untuk dibubarkan ke Mahkamah Konstitusi. Selain itu, ketentuan Pasal 48 ayat (3) UU Parpol yang menentukan bahwa partai politik yang telah dibekukan sementara dan melakukan pelanggaran lagi dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi,” papar Akil.
Selain itu, menurut Mahkamah, pembekuan sementara terhadap partai politik walaupun bukanlah suatu pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, namun demikian tetap dapat dijadikan alasan pemerintah untuk mengajukan permohonan pembubaran ke Mahkamah Konstitusi. Sanksi pembekuan tersebut bersifat sementara dan memiliki jangka waktu yang jelas, sehingga pada akhirnya putusan pembubaran terhadap partai politik yang telah dikenai sanksi pembekuan tetap berada di Mahkamah Konstitusi. Dengan kata lain tidak ada proses pembubaran secara paksa terhadap partai politik yang tidak melalui putusan Mahkamah Konstitusi.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, ketentuan dalam UU Parpol mengenai sanksi administratif terhadap partai politik berupa pembekuan sementara kepengurusan partai politik tidak mereduksi kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus pembubaran partai politik sehingga ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, dalil para Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” jelasnya.(su/mk/bhc/opn) |