Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Internasional    
Islam
Sejarah Kuil Rama di Ayodhya Dibangun Setelah Umat Hindu Merobohkan Masjid Berusia 500 Tahun
2024-01-24 00:28:42
 

 
INDIA, Berita HUKUM - Perdana Menteri India Narendra Modi telah meresmikan Kuil Rama di Ayodhya, Uttar Pradesh, Senin (22/1). Kuil ini berdiri di lokasi masjid abad ke-16 yang dirobohkan oleh massa Hindu. Tempat itu menjadi salah satu situs keagamaan paling kontroversial di India.

Pada tahun 1992, sekelompok umat Hindu merobohkan Masjid Babri, mengeklaim bahwa masjid tersebut dibangun oleh penjajah Muslim di atas reruntuhan kuil yang didedikasikan untuk Rama - tokoh dalam epos Ramayana yang diyakini sebagai reinkarnasi Dewa Wishnu, sehingga memicu kerusuhan nasional yang merenggut hampir 2.000 nyawa.

Santosh Dubey mengaku tak menyesal telah membantu merobohkan tersebut.

"Itu adalah tugas agama dan saya ditempatkan di bumi ini untuk menyelesaikan tugas tersebut," ujar Dubey.

Dubey - seorang "kar servak" (pekerja keagamaan) - adalah salah satu dari puluhan ribu pria Hindu yang merobohkan masjid megah yang dibangun pada abad ke-16 di kota suci Ayodha di India, pada 6 Desember 1992 silam.

Hari itu adalah salah satu hari paling kelam bagi India. Situs yang disengketakan itu terletak di salah satu titik konflik agama terbesar di India, tempat ribuan orang tewas dalam kericuhan yang terjadi saat itu.

Lebih dari 30 tahun kemudian, lokasi masjid tersebut pernah berada kini berdiri kuil megah untuk memuja Dewa Rama - salah satu dewa yang paling dihormati dalam agama Hindu - yang diresmikan oleh Perdana Menteri Narendra Modi.

Upacara peresmian yang digelar Senin (22/1) dipandang sebagai awal dari kampanye tak resmi Modi agar terpilih kembali dalam pemilu tahun ini, dengan menarik simpati umat Hindu yang merupakan warga mayoritas India.

Di penjuru India, jutaan umat Hindu bersiap untuk merayakan peresmian kuil ini sebagai sebuah festival besar, sementara pegawai pemerintah diberi waktu libur setengah hari.

Duduk di rumahnya yang sederhana di sebuah gang sempit di kota, dengan cat dan plester yang terkelupas dari dindingnya, Dubey mengaku bangga dengan apa yang telah dicapainya.

"Jika kami tak melakukan apa yang kami lakukan, maka kuil itu tak akan pernah dibangun," katanya.

"Sentimen agama lebih besar dari konstitusi. Saya sangat bahagia sekarang. Saya sudah berjanji saya tak akan memperbaiki rumah saya sampai Dewa Rama mendapatkan rumahnya."

Akan tetapi, bagi umat Islam - yang merupakan minoritas terbesar di India - hari Kuil Rama diresmikan, menjadi hari yang memicu ketakutan dan kenangan menyakitkan.

Beberapa dari mereka mengungsikan anak-anaknya ke luar kota, khawatir akan terjadi ketegangan ketika jalanan dipenuhi oleh umat Hindu dari penjuru negeri.

"Kami pernah dikhianati sekali, jadi kami merasa ketakutan," kata Mohammad Shahid.

"Banyak orang dari luar akan datang ke Ayodhya dan ketika mereka datang maka akan timbul masalah."

Tanggal 6 Desember 1992 menjadi momen yang menentukan dalam sejarah India. Hari itu juga menjadi momen penting dalam kebangkitan politik sayap kanan yang kini sedang mengincar masa jabatan tiga periode berturut-turut.

Banyak umat Hindu meyakini bahwa kaisar Muslim, Babur, menghancurkan kuil yang berdiri di tempat kelahiran Rama dan membangun masjid di atasnya lebih dari 500 tahun lalu.

Santosh Dubey dan puluhan orang lain telah menghadapi dakwaan dan menghabiskan waktu di penjara selama bertahun-tahun, namun tak ada seorang pun yang dijatuhi hukuman karena merobohkan masjid tersebut.

Dubey tak setuju bahwa apa yang dia lakukan kala itu disebut melanggar hukum.

"Mereka mengatakan bahwa penghancuran masjid bukanlah tindakan Hindu adalah bodoh. Mereka adalah bidah, sayap kiri, ekstremis, dan teroris."

"Kami tidak pergi ke negara lain untuk menghancurkan tempat ibadah mereka, tapi jika mereka menghancurkan tempat ibadah kami, maka sudah sepantasnya kami melakukan hal yang sama terhadap mereka."

Sejak masjid berdiri, umat Muslim secara teratur beribadah di masjid tersebut hingga 1949, ketika patung Rama ditempatkan di dalamnya, yang diduga dilakukan oleh pendeta Hindu.

Gerbang masjid kemudian ditutup atas perintah pengadilan. Pada tahun 1986, gerbang tersebut dibuka kembali, yang diyakini banyak orang atas perintah Partai Kongres, yang saat itu berkuasa, sebagai upaya untuk merayu mayoritas Hindu.

Kemudian pada tahun 1990, Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP) - yang saat itu hanyalah sebuah partai politik kecil dengan sedikit kemenangan dalam pemilu - mempelopori kampanye massal untuk pembangunan kuil Hindu di lokasi tersebut.

Kampanye tersebut nantinya akan dilihat sebagai salah satu momen penting yang mengubah BJP menjadi raksasa politik yang tak terkalahkan seperti sekarang ini, yang kini dipimpin oleh Modi.

Tahun itu, puluhan ribu kar sevak berkumpul di Ayodhya. Kala itu, mereka mulai bergerak menuju lokasi yang disengketakan, polisi menembaki mereka, menewaskan puluhan orang.

"Peluru-peluru itu memicu kemarahan kami," kata Santosh Dubey.

Dia terluka dalam penembakan itu.

Dua tahun kemudian, kar sevak berkumpul lagi di Ayodhya.

"Orang-orang yang menjaga bangunan yang disengketakan itu melarikan diri ketika mereka melihat kerumunan besar berjalan ke arah mereka dengan membawa pedang dan palu. Kami telah berlatih semuanya sebelumnya. Kami memanjat kubah dan menurunkannya dalam beberapa jam."

Dubey menunjukkan kepada kami sebuah foto hitam putih di halaman surat kabar tentang sekelompok pria yang mengacungkan senjata dengan tangan terangkat dan senyum lebar di wajah mereka. Katanya, foto itu diambil sebelum masjid dirobohkan.

"Kami senang, karena kami tahu apa yang akan terjadi hari itu," katanya, seraya menunjuk dirinya di foto.

Bagi umat Islam di Ayodhya, itu adalah hari teror.

"Ratusan ribu pria tersebar di Ayodhya. Mereka membawa tongkat, pedang, dan trisula. Rumah kami dikelilingi oleh mereka," kata Anwari Begum, yang kini berusia 65 tahun.

"Kami lari dari rumah. Saya berlari bersama bayi saya yang berumur enam bulan dan anak-anak saya yang masih kecil. Suami saya berlari di belakang kami. Ketika saya berbalik, saya melihat dia ditangkap oleh beberapa pria. Kami harus terus berlari menyelamatkan diri."

Keesokan harinya dia mengetahui suaminya Mohammad Amin telah terbunuh, salah satu dari sedikitnya 17 Muslim yang tewas dalam kekerasan yang terjadi di Ayodhya hari itu.

"Seorang saksi mata memberi tahu kami bahwa dia telah ditangkap, lengan dan kakinya dipotong, dia dimasukkan ke dalam karung dan dibawa pergi. Kami tidak pernah menemukan mayatnya," katanya sambil menangis.

Ketika dia kembali ke rumahnya, dia menemukan rumahnya telah terbakar habis.

Setelah sekian tahun, keluarganya berhasil membangun kembali sebuah rumah kecil dengan dua kamar di lokasi yang sama.

"Suami saya dulu mengurus keluarga kami. Saya ditinggal sendirian dengan enam anak kecil. Kami mendapat sejumlah uang dari pemerintah tetapi itu tidak cukup. Hidup saya hancur pada hari itu," tuturnya.

Dalam kekerasan yang melanda India setelah masjid dirobohkan, hampir 2.000 orang terbunuh. Lebih dari 900 orang tewas di ibu kota keuangan India, Mumbai, dan sekitar dua pertiganya adalah Muslim.

Terjadi pembunuhan di kota-kota lain termasuk Jaipur, Bhopal, Ahmedabad dan Hyderabad.

Di Ayodhya, ayah Mohammad Shahid, Mohammad Sabir, juga dibunuh secara brutal.

"Mereka memukulinya dan kemudian menyiram dia dan paman saya dengan minyak dan membakarnya. Kami menemukan mayat mereka," katanya.

"Negara ini ingin melupakan apa yang terjadi. Namun umat Islam tidak akan pernah bisa melupakannya. Ini adalah hari kelam bagi kami."

Keluarga tersebut memiliki usaha memasok ukiran kayu ke kuil-kuil di Ayodhya. Bengkel tersebut rata dengan tanah, dan Shahid terpaksa menjadi tukang becak untuk mencari nafkah.

Seperti Shahid, Anwari Begum ingin putranya Sohrab, yang berusia 30-an, pergi menyelamatkan diri di hari peresmian kuil yang dibangun dari reruntuhan masjid itu.

"Saya tidak takut, tapi saya gugup," kata Sohrab kepada BBC.

"Disebutkan bahwa 70.000 hingga 100.000 orang akan datang. Suasananya bisa menjadi tegang, itu sebabnya umat Islam berpikir untuk pergi. Tapi saya tidak akan pergi. Saya rasa tidak akan terjadi apa-apa."

Di Ayodhya, lokasi kuil dipenuhi dengan derek dan alat penggali yang mengirimkan debu ke udara menjelang peresmian. Ribuan pekerja memenuhi area tersebut.

Pembangunan kuil ini memakan biaya US$217 juta (Rp3,3 triliun), yang didanai dari sumbangan pribadi, kata perwalian kuil. Renovasi kota ini dilakukan oleh pemerintah dan diperkirakan menelan biaya lebih dari US$3 miliar.

Di tengah pembangunan, ratusan jamaah yang bangga berdatangan untuk melihat sekilas berhala tersebut, dan ritual pentahbisan mereka di kuil baru sudah berlangsung.

Poonam Ohri, 40, meneteskan air mata kebahagiaan di pipinya.

"Impian kami menjadi kenyataan karena Modi dan pemerintahan BJP. Saya sangat bahagia."

Badri Narayan, seorang petani lanjut usia yang telah menempuh perjalanan ratusan mil, mengatakan kebahagiaannya tidak mengenal batas.

"Saat saya berkunjung sebelumnya, patung Dewa Rama berada di tenda darurat. Tendanya basah kuyup karena hujan. Air mata saya mulai berlinang melihat itu," ujarnya kepada BBC.

"Dan sekarang dia dibebaskan karena Modi."

Perdana Menteri Modi telah meminta masyarakat untuk tidak datang ke Ayodhya pada tanggal 22 Januari dan menyalakan lampu di rumah mereka. Namun dia juga mengatakan semua orang bisa berkunjung mulai hari berikutnya.

Dan hari-hari setelah upacara resmi itulah yang membuat khawatir sebagian komunitas Muslim.

"Jika pemerintah menghubungi kami dan memberikan jaminan bahwa tidak akan terjadi apa-apa, hal itu akan mencegah orang untuk pergi, namun sejauh ini mereka belum melakukan hal tersebut," kata Azam Qadri, seorang pemimpin komunitas Muslim.

Sohrab mengatakan "para pemimpin politik seharusnya datang kepada kami dan mengatakan apa yang terjadi pada Anda adalah salah - mereka seharusnya menunjukkan belas kasihan, namun ternyata tidak".

Mengenai kuil baru yang sedang dibuka, dia berkata: "Kami merasa senang mereka membangun kuil mereka, tapi kami juga sedih karena kuil itu dibangun setelah menghancurkan sebuah masjid."

Mohammad Shahid mengatakan umat Hindu mempunyai hak untuk membangun kuil tersebut setelah Mahkamah Agung memberi mereka lokasi tersebut.

"Kami tidak menerima keputusan itu dengan senang hati, tapi apa yang bisa kami lakukan," katanya.

Setelah bertahun-tahun di pengadilan, situs yang disengketakan tersebut diserahkan kepada umat Hindu melalui keputusan Mahkamah Agung pada tahun 2019, meskipun hakim juga memutuskan bahwa pembongkaran masjid tersebut melanggar hukum.

Keputusan tersebut didasarkan pada bukti arkeologi yang menunjukkan bahwa ciri-ciri fondasi masjid "menunjukkan asal usul agama Hindu".

Dikatakan juga bahwa bukti yang ada dalam catatan tersebut membuktikan bahwa terdapat kepercayaan dan keyakinan Hindu bahwa situs tersebut adalah tempat kelahiran Rama.

Akan tetapi, tak terbukti ada kuil yang dihancurkan demi membangun masjid.
Pengadilan juga memerintahkan lahan terpisah diberikan kepada umat Islam untuk membangun masjid. Jaraknya 15 mil dari Ayodhya, kini lahan itu ditumbuhi tanaman dan kosong.

Jaraknya terlalu jauh, kata Qadri: "Jika pemerintah memberikan perhatian yang sama besarnya dengan membangun jalan dan jalan lingkar seperti yang diberikan pada kuil, maka pembangunan semestinya dimulai di sana juga."

Perdana Menteri Modi dan BJP diperkirakan akan memenangkan pemilihan umum akhir tahun ini setelah peresmian kuil tersebut.

Banyak yang menuduh dia dan partainya melanggar konstitusi, mengubah acara keagamaan menjadi acara yang disponsori negara.

Namun anggota parlemen lokal BJP, Lallu Singh, tidak melihat alasan mengapa Modi tidak hadir.

"Jika perdana menteri beragama Hindu, mengapa dia tidak mengunjungi pusat agama Hindu terbesar? Apa yang bisa menghentikannya? Dewa Rama adalah perwakilan budaya negara ini," katanya kepada BBC.

"Budaya mayoritas mendominasi negara, jadi PM yang melakukan pembukaan adalah 100% benar. Bukan berarti kami melakukan diskriminasi atas dasar agama."

Ada juga kontroversi seputar pemindahan berhala ke kuil yang belum selesai dibangun, dimana beberapa pemimpin agama Hindu menuduh pemerintah memprioritaskan perolehan suara dibandingkan kesucian ritual Hindu.

"Saya tidak ingin mengomentari apa yang dikatakan oleh para pemimpin agama kami. Tapi tempat untuk pendirian berhala yang disucikan sudah lengkap. Lebih banyak jamaah yang bisa datang dengan mudah sekarang, itu sebabnya kami membukanya," kata anggota parlemen.

Pada tahun 1992, para pemimpin senior BJP menyatakan penyesalan atas pembongkaran masjid dan mengatakan hal itu seharusnya tidak terjadi. Bagaimana perasaan Lallu Singh tentang hal itu sekarang?

"Saya yakin apa yang terjadi benar," katanya.

Sebagian besar umat Islam dan Hindu yang dihubungi BBC tidak berpikir bahwa dalam jangka panjang akan ada lebih banyak permusuhan di Ayodhya.

Namun beberapa pihak melihat Ayodhya hanyalah permulaan - perselisihan dan kasus pengadilan sudah berlangsung mengenai masjid-masjid di kota Mathura dan Varanasi, yang banyak disebut dengan nama kuno Kashi.

"Kami harus menunggu selama 450 tahun untuk mendapatkan tempat kelahiran Dewa Rama. Saya berharap Kashi dan Mathura akan segera menjadi milik kami juga," kata Aakash Jadhav, seorang penganut Hindu berusia 21 tahun.(BBC/bh/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Ratna Juwita Tolak Keras Rencana Pengemudi Ojol Tidak Dapat Subsidi BBM

Hasto Tegaskan Jokowi dan Keluarga Tidak Lagi Bagian dari PDIP

PT Damai Putra Group Tolak Eksekusi PN Bekasi, Langkah Tegas Melawan Ketidakadilan

Kata Meutya Hafid soal Pencopotan Prabu Revolusi dari Komdigi

Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2