JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Undang-Undang (UU) Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012, pada Pasal 7 ayat (6) A, dipersoalkan sejumlah Politikus dan Praktisi Hukum. Melalui upaya pengajuan hak uji materi atau judicial review diharapkan konstitusi hukum, khususnya pada UU APBN P 2012 dapat kembali ditegakkan.
Dari wakil Fraksi, dukungan judicial review' disampaikan oleh Ketua DPP Partai Hanura Akbar Faisal dan Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR RI Ahmad Muzani pada wartawan di DPR, Senin, (2/4 ). Sedangkan ahli Hukum Tata Negara, Prof. Yusril Izra Mahendra hari Senin sore (2/4) dengan diantar sekitar seratusan orang telah menyerahkan permohonan uji formil dan materil Pasal 7 ayat 6 dan 6a UU Perubatan Atas UU No 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun 2012 ke Mahkamah Konstitusi, usai UU APBN-P 2012 disetujui oleh Presiden SBY yang diwakili oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam Sidang Paripurna DPR RI pada hari sabtu lalu.
“Saya mewakili rakyat umum, ikut menggugat UU APBN P 2012 ini ke Mahkamah Konstitusi,” ungkap Yusril usai dijumpai pada acara gerakan menggugat UU APBN-P 2012 yang diselenggarakan Persatuan Mahasiswa Jakarta, Jakarta, Senin (2/4).
Terkait maraknya pengajuan judicial review Ketua MK, Mahfud MD, berjanji akan membahasnya secara terbuka judicial review Pasal 7 ayat 6A Undang-Undang (UU) APBN-P 2012 jika memang ada yang mengajukannya. Hal itu ditegaskan Ketua MK Mahfud MD, di Yogyakarta, Minggu (1/4).
Namun Mahfud mengungkapkan dirinya tidak boleh mengungkapkan tentang prospek judicial review. "Soal kemungkinan bagaimana hasil uji materi pada undang-undang yang digugat, kami para hakim dilarang membicarakan perkara yang sedang ditangani," ungkapnya di Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
Dilain pihak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Amir Syamsudin, mempertanyakan alasan sejumlah pihak yang berencana menggugat UU APBN Perubahan 2012 Pasal 7 ayat 6. A Adapun isi Pasal 7 ayat (6) A berbunyi: 'Dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dalam kurun waktu 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya.'
“Tidak perlu dipersoalkan. Pasal itu sudah jelas tujuannya. Ada asas dan manfaat hukum yang harusnya diperhatikan, " kata Amir.
Terkait tentang apakah hasil dari Paripurna DPR tersebut konstitusional atau tidak, Amir mengaku tidak berwenang menjawab. Menteri asal Partai Demokrat itu hanya menerangkan jika dalam hukum selalu memperhatikan asas keadilan, kepastian, dan asas manfaat. (dbs/boy)
|