JAKARTA, Berita HUKUM - Kasus proyek pengadaan alat simulator SIM di Polri melahirkan masalah baru, yaitu sengketa antara KPK dan Polri mengenai siapa yang lebih berwenang untuk mengusut kasus tersebut. Alih-alih fokus pada kasus korupsi, perhatian media dan publik justru dialihkan pada perdebatan tentang pihak yang lebih berwenang untuk melakukan penyidikan. Polemik ini jika tidak segera diselesaikan dikhawatirkan akan semakin melebar dan melahirkan polemik Cicak vs Buaya jilid II.
“Dari kondisi tersebut yang diuntungkan jelas koruptor yang saat ini beroperasi”, Jamil Mubarok menuturkan dalam Talk Show DPD RI Perspektif Indonesia.
Menurut Koordinator Pelaksana Harian Masyarakat Transparansi Indonesia ini, polemik tersebut seolah menjadi semacam scenario untuk mengalihkan dari persoalan utama. Ditanya tentang siapa yang lebih berwenang menangani kasus ini, Jamil dengan tegas mengatakan bahwa sesuai dengan Pasal 5 UU KPK, KPK berhak mengambil alih kasus tersebut. “Sudah jelas dalam pasal tersebut dan itu tidak memerlukan penafsiran khusus”, tegasnya dalam Talk Show yang mengangkat tema “Sengketa KPK-Polri: Siapa Menangguk Untung?” itu.
Bertempat di Pressroom DPD RI, I Wayan Sudhirta menyampaikan argument yang sama bahwa tidak seharusnya polisi menangani kasus tersebut. “Polisi jangan mengambil kewenangan yang bukan tugasnya. Masih banyak tugas polisi yang belum beres,” kata Senator Asal Bali. Menurutnya, polemic ini terjadi karena ego kepolisian yang tinggi dan merasa memiliki kedudukan di bawah presiden. Wayan yang juga merupakan Ketua Kaukus Antikorupsi DPD RI ini juga menyayangkan sikap presiden yang cenderung diam saja. Lebih lanjut, karena KPK yang berwenang Wayan berharap agar berkas dan bukti segera diserahkan ke KPK. “Polisi dan Jakasa harus berhenti menangani kasus ini, agar citra polisi tetap baik,” tambah Ketua PPUU DPD RI ini.
Gandjar Laksmana Bonaprapta juga berpandangan bahwa KPK lebih berwenang menangani kasus ini. Menurutnya, langkah yang diambil KPK sudah benar. “Langkah KPK sudah benar, Undang-undang KPK satu-satunya jalan keluar,” ujar Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UI ini. Namun, dirinya juga mengingatkan bahwa penanganan korupsi tidak bisa dilakukan hanya oleh KPK saja. “KPK tidak mungkin sendiri. Kisah sukses banyak Negara dimulai dari penegak hukumnya juga,” Gandjar menuturkan.
Di lain pihak, Muhammad Yusuf mengajak publik untuk tidak gegabah dalam memandang dan menyikapi sengketa ini. “Saya tidak melihat ada sengketa. Yang perlu kita kedepankan adalah mencari solusi. Saya rasa solusinya mudah saja. KPK keluarkan surat penyidikan (sprint lid) atas nama orang-orang yang diperiksa itu,” jelas Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini. Yusuf juga berharap agar semua pihak yang terkait bisa berlapang dada. “Yang perlu kita bangun adalah bahwa korupsi itu musuh bersama”, lanjut Yusuf.(dpd/bhc/opn) |